pendahuluan

Assalamualaikum. Wr. Wb
Seperti namanya blog ini akan menampilkan beberapa fanfic Naruto terbaik *menurut saya* secara copas oleh karena itu anda tidak perlu kaget bahwa isi blog ini pernah anda lihat ditempat lain. Sekian dari saya Terimakasih.
enjoy my blog :D

Jumat, 14 Desember 2012

Kesempatan kedua chapter 11

A/N: Fic ini dibuat oleh Rifuki-sama dengan pairing naruhina semoga kalian suka ;D 

Kesempatan Kedua
Naruto © Masashi Kishimoto
Genre: Romance/Fantasy
Rate: T
Summary: Apa yang akan kau lakukan jika Tuhan memberimu kesempatan kedua dan mengembalikanmu ke masa lalu?
Warning: AR, AT: Time travel. Bahasanya kadang baku kadang nggak. OOC: Saya ga tahu sifat Hanabi gimana, jadi saya ngambil patokan dari narutopedia dan beberapa fic Hanabi.

Cerita Sebelumnya:
Tangan Naruto yang lain memegang dagu milik Hinata kemudian wajah Naruto semakin mendekat. Sekarang Hinata tahu apa yang Naruto inginkan, ia memiringkan wajahnya kemudian memejamkan matanya. Tak lama kemudian Hinata kembali merasakan sensasi lembut di bibirnya, Naruto kembali menciumnya.
Kali ini Naruto memberanikan diri untuk memainkan lidahnya. Berusaha untuk meminta akses ke dalam mulut Hinata. Hinata mengerti, kemudian ia membuka mulutnya, mengizinkan lidah Naruto bermain di dalam mulutnya, menyapu setiap sudut mulutnya, bergelut dengan lidah miliknya.
Pegangan Naruto beralih ke pinggang Hinata, begitu juga pegangan Hinata yang beralih ke leher Naruto. Saling bekerja sama untuk memperdalam ciuman mereka. Sebelum kebutuhan akan oksigen memaksa mereka untuk menghentikan ciuman mereka.
Tapi seakan belum cukup, keduanya kembali memulai ciuman lain. Sampai rasa rindu karena 3 tahun tidak bertemu terobati.
Di perjalanan pulang, ia memegang bibirnya. Ia tidak menyangka hari ini begitu mengejutkan. Naruto yang datang lebih awal, sebulan lebih awal, dan juga... ciuman pertamanya. Ia bersyukur ia telah memberikan ciuman pertamanya pada orang yang benar-benar disayanginya, yaitu Naruto.
Ia menatap langit sore yang berwarna biru kekuning-kuningan.
'Sepertinya hari-hariku akan kembali berwarna setelah Naruto-kun kembali,' pikirnya.
.
.
.
Chapter 11
- Hanabi Matsuri -
Normal POV
Tring! Tring! Tring!
Lonceng kecil di pintu Toko Bunga Yamanaka berdenting menandakan ada pengunjung yang datang. Mendengar suara lonceng, seorang remaja berambut pirang pucat yang dari tadi hanya malas-malasan di kasir segera berdiri hendak menyambut pengunjung tokonya. Wajahnya tersenyum ramah, sejenak melupakan rasa penat yang menghampirinya beberapa saat lalu. Tentunya ia tidak mau pengunjung tokonya melihat wajahnya yang kusut, bisa-bisa nanti tidak akan ada lagi yang mau berkunjung ke tokonya.
Senyum semakin berkembang di wajah Ino, sang kunoichi berambut pirang pucat tersebut, saat menyadari siapa yang datang.
"Selamat datang Hinata-cha..." Kata-katanya terhenti. Wajahnya berubah kaget saat melihat sosok lain di belakang Hinata. Ia melihat teman kerjanya di toko ini. Orang yang, yah bisa dibilang sering merepotkannya. Sahabat laki-laki yang sudah 3 tahun tidak dilihatnya.
"Narutoooo! Kau sudah kembali!" teriak Ino sambil berlari dan memukul pundak Naruto. Membuatnya meringis kesakitan.
"Lama kita tidak bertemu. Kapan kau kembali?"
"Kemarin siang, aku capek sekali jadi baru keluar rumah sekarang."
Naruto mengusap-usap pundaknya menahan rasa sakit. Apa-apaan itu tadi? Bukannya menyalami atau memeluknya karena sudah lama tidak bertemu, ini malah memukul pundaknya. Tapi itulah Ino yang dikenalnya, memang ada saja yang tidak berubah dari Ino setelah ia pergi selama 3 tahun.
"Ternyata kau pulang lebih cepat ya?"
"Iya. Soalnya aku ingin segera kembali ke Konoha."
Tatapan Ino berubah, matanya menyipit. Kemudian ia mendekati Naruto dan menyikut dada pemuda yang kini jauh lebih tinggi darinya.
"Heeee, aku tahu apa yang membuatmu ingin cepat pulang. Hanabi (kembang api) 'kan?" goda Ino sambil menatap Naruto dengan tatapan yang menyebalkan.
"Ahaha, s-sudah jangan dibahas."
Naruto gelagapan kemudian menjauhi Ino dan mendekati Hinata. Kedua tangannya memegang pundak Hinata, berlindung di belakang Hinata. Hinata hanya diam, menatap kedua orang pirang disana secara bergantian, tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan.
Ino menuruti Naruto, kemudian kembali duduk di kasir. Setelah itu Hinata memilih-milih bunga tulip ditemani Naruto. Sambil menemani Hinata, Naruto memperhatikan seisi toko. Setelah 3 tahun pergi dari Konoha, ternyata banyak yang berubah dari Toko Bunga Yamanaka. Ada beberapa etalase tambahan. Stok bunganya juga semakin banyak. Bahkan ada beberapa bunga yang sama sekali tidak ia ketahui namanya, melihatnya pun baru kali ini. Di bagian belakang toko, greenhouse juga terlihat semakin besar dan penuh dengan berbagai bunga.
"Ngomong-ngomong tokomu makin besar saja," kata Naruto. Matanya masih melihat-lihat seisi toko. Ino tersenyum menanggapi kata-kata Naruto.
"Ya, dan kami kembali kerepotan saat kau tak ada," kata seseorang dari arah belakang Naruto. Naruto menoleh dan mendapati Inoichi sedang membawa sebuah pot besar berisi bunga anggrek. Wah, hebat sekali bisa membudidayakan bunga tropis di Konoha, pikir Naruto.
"Ah, Inoichi-san, lama tidak bertemu." Naruto membungkuk hormat "Senang bisa bertemu lagi denganmu."
"Hmm. Kapan kau mulai kerja disini lagi?" tanya Inoichi.
"Mungkin besok, sekarang aku mau..." Pandangan Naruto beralih ke Hinata.
"Ya ya ya, aku mengerti. Aku juga pernah merasakan masa muda sepertimu," kata Inoichi sambil berjalan menuju etalase.
Naruto hanya bisa tersenyum menanggapi kata-kata Inoichi.
"Ano, aku beli yang ini Ino-chan," kata Hinata. Perhatian Ino beralih ke Hinata yang sudah menentukan bunga pilihannya.
"Aku juga beli," tambah Naruto, setangkai tulip berada di tangan kanannya. Hinata memandangnya heran, namun hanya dibalas dengan senyuman oleh Naruto.

Naruto dan Hinata menyimpan bunga tulip mereka di atas makam ibu Hinata. Kemudian keduanya berdoa, mendoakan agar ibu Hinata mendapatkan tempat yang layak disisi-Nya.
"Selamat siang Hyuuga-san, sudah tiga tahun aku tidak kesini," kata Naruto setelah selesai berdoa, Hinata memandang Naruto lekat-lekat. "Dan apa Hinata-chan sudah memberitahumu tentang hubungan kami?"
Blush! Wajah Hinata memerah mendengar kata-kata Naruto. Ia tahu Naruto hanya bicara sendiri dan ibunya tidak mungkin menjawab. Tapi tetap saja ini membuatnya malu, ia merasa ibunya sedang berada di depannya sekarang, melihat mereka. Hinata memalingkan mukanya menahan malu.
"Baiklah, biar kuperjelas lagi. Hyuuga-san, aku sudah jadi pacar putrimu sekarang. Aku menyayangi putrimu, sangat menyayanginya. Dan Anda tidak usah khawatir, aku akan selalu menjaganya. Aku akan melindunginya dengan nyawaku ini."
Hinata tersenyum mendengar kata-kata Naruto, kemudian pandangannya beralih ke nisan sang ibu.
'Kau lihat Kaa-san, Naruto-kun adalah orang yang baik. Aku senang bisa jadi pacarnya. Dan aku yakin aku tidak salah memilihnya sebagai pacarku.'
"Hinata-chan?"
"Ah, iya? Go-gomen aku melamun."
"Ayo kita pulang, berdoanya sudah 'kan?"
"A-ayo."
Perjalanan pulang mereka diwarnai kesunyian. Hinata terlihat gugup, lebih gugup dari biasanya dan Naruto menyadari itu.
"Hinata-chan, kenapa dari tadi diam saja?"
"Eh? A-aku tidak apa-apa. Um..." Hinata menghentikan langkahnya, Naruto mengikutinya.
"Tapi sepertinya ada yang ingin kamu bicarakan. Bicara saja, ayolah."
"Umm.. Se-sebenarnya..." Hinata memainkan kedua jari-jarinya. Naruto terkekeh geli melihatnya, kebiasaan Hinata yang tidak bisa dihilangkan rupanya. "M-mau menemaniku ke... ke Hanabi Matsuri nanti malam?"
Naruto tersenyum. Ia pikir Hinata akan membicarakan apa. Naruto kemudian mendekati Hinata, mensejajarkan badannya dengan Hinata, kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Hinata. Mata lavender Hinata membesar dan rona merah di pipinya segera muncul.
"Aku mau. Kamu pikir untuk apa aku pulang ke Konoha 2 bulan lebih awal?" tanya Naruto sambil mengacak pelan rambut indigo Hinata.
Mendengar jawaban Naruto, Hinata tersenyum. Ia menghela nafas lega, untuk mengajak Naruto menemaninya saja susah sekali. Tapi ia senang karena usahanya tidak sia-sia, akhirnya Naruto mau menemaninya.
"Ayo pulang," kata Naruto sambil menggenggam tangan Hinata dan menariknya pelan.
"H-hai."

Hari ini adalah akhir pekan terakhir di bulan Agustus. Dan memang benar, Naruto pulang ke Konoha 2 bulan lebih awal bukan tanpa alasan. Ia ingin pergi ke Hanabi Matsuri bersama Hinata. Kalau bukan untuk itu, buat apa juga dia memaksa Jiraiya untuk bisa pulang lebih awal?
Naruto sudah lama menunggu momen ini. Ia pikir Hanabi Matsuri adalah saat yang tepat untuk kencan keduanya dengan Hinata. Dari awal Naruto memang akan mengajak Hinata ke festival itu tapi tak disangka tadi siang Hinata duluan yang mengajaknya. Dan sekarang Naruto sudah berada di festival yang megah itu, salah satu festival termegah di Konoha. Ia memakai yukata biru tuanya, pakaian yang sebenarnya jarang sekali dipakainya.
Bagi para shinobi yang sedang tidak ada misi, biasanya mereka akan kesana sekedar menghilangkan penat. Karena disana ada berbagai stand makanan dan permainan yang lumayan menghibur. Selain tentunya acara puncak Hanabi Matsuri berupa peluncuran ribuan kembang api ke langit malam Konoha.
"Hinata-chan! Sebelah sini," teriak Naruto sambil melambaikan tangannya saat melihat Hinata yang baru saja sampai di tempat yang mereka janjikan.
Naruto memandang Hinata yang semakin mendekatinya. Semakin dekat, semakin jelas pula kecantikan alami Hinata. Membuat Naruto terpana dan mematung disana.
Malam itu Hinata memakai yukata berwarna lavender muda dengan corak bunga lavender dan ditambah obi yang berwarna ungu tua. Rambutnya disanggul keatas menampakkan lehernya yang putih dan jenjang. Rambut indigonya itu dipercantik dengan jepit rambut pemberian Naruto. Karena kali ini rambutnya sudah panjang, jepit rambut itu dipakai dua-duanya.
Dan kalau Naruto lihat, sepertinya Hinata memakai bedak tipis yang semakin membuat wajahnya cantik. Ia tahu Hinata bukan tipe gadis yang suka memakai make up tebal nan menor. Untuk bibir mungilnya, Hinata memakai lipgloss yang membuat Naruto ingin... ingin... Ugh, muka Naruto merona merah. Tiga tahun bersama Jiraiya rasanya telah membuat jiwa mesum senseinya itu menular kepadanya.
Pandangan Naruto beralih ke bawah. Untuk sepasang kaki putihnya, Hinata memakai geta yang...
Ah, lupakan itu!
Melihat geta itu jadi membuat Naruto mengingat kembali masa lalunya yang suram. Intinya penampilan Hinata malam ini begitu sempurna di mata Naruto. Membuatnya tak henti-henti untuk bersyukur kepada Tuhan karena dirinya sangat beruntung bisa mendapatkan gadis secantik dan sebaik Hinata.
"Sudah lama menunggu?" tanya Hinata, yang tanpa Naruto sadari sudah berada di depannya.
"Umm.. Tidak juga." Naruto berusaha untuk menenangkan dirinya. Memalukan sekali kalau sampai rona wajah di pipinya kelihatan.
"Syukurlah, ada sesuatu yang membuatku terlambat."
"Tidak apa-apa. Ayo pergi."
Naruto menggenggam tangan Hinata, tapi ada yang aneh. Tangannya begitu kecil untuk ukuran gadis yang tak lama lagi berumur 16 tahun. Naruto menarik tangan mungil itu dan membuat seorang gadis Hyuuga lain tertarik kedepan.
"He? Hanabi? Kenapa kamu disini?" tanya Naruto kaget, saat itu juga pegangannya di tangan Hanabi dilepas.
"Gomen Naruto-kun. Tadi Hanabi-chan pergi bersama Neji-Niisan, tapi saat terjebak di keramaian kami terpisah. Akhirnya Hanabi-chan bersamaku sekarang. Tidak apa-apa 'kan?"
Jujur saja Naruto sebenarnya kecewa. Acara kencannya jadi gagal begini. Dia jadi tidak bisa berduaan dengan Hinata. Padahal ia mengharapkan kencan kedua mereka sukses seperti sebelumnya. Biar bagaimanapun sudah 3 tahun Naruto menunggu untuk bisa kembali kencan dengan Hinata. Tapi apa boleh buat.
"Te-tentu saja tidak. Ayo kita jalan-jalan," kata Naruto berusaha tersenyum.
Hinata menghela nafas lega. Sementara Hanabi menatapnya curiga. Naruto mengabaikan tatapan Hanabi dan segera menggenggam kembali tangan mungil gadis itu. Jadilah sekarang posisi Hanabi di tengah. Hinata memegang tangan kanan Hanabi, dan Naruto memegang tangan kirinya.
Baru saja beberapa langkah mereka berjalan...
"Heeee? Ada keluarga yang sedang jalan-jalan," kata Kiba. Chouji yang berada di belakangnya segera mendekat.
"Ayah, ibu, dan putri mereka," tambah Kiba sambil menunjuk Naruto, Hinata dan Hanabi.
Pipi Hinata langsung memerah. Sedangkan Naruto dan Hanabi saling bertemu pandang, kemudian tatapan mereka beralih ke tangan mereka yang saling terpaut. Mata mereka terbelalak.
"Lepaskan aku!" bentak Hanabi.
"Hoo, ayah dan putrinya kelihatan tidak terlalu akrab," kata Kiba lagi. Chouji hanya terkekeh di belakang.
"Berisik!" bentak Naruto dan Hanabi bersamaan. Yang malah membuat Kiba dan Chouji semakin ingin tertawa.
"Hanabi-chan," kata Hinata menenangkan Hanabi karena telah membentak teman satu timnya.
Hanabi merenggut sebal sambil membuang muka.
"Tidak apa-apa Hinata-chan, maklum anak kecil," kata Naruto sambil mengelus-elus puncak kepala Hanabi.
"Aku bukan anak kecil!" bentak Hanabi lagi dan menepis tangan Naruto.
"Hanabi-chan! Jangan begitu." Hinata menarik Hanabi menjauh dari Naruto. Sedangkan Hanabi mengerucutkan mulutnya, acuh tak acuh.
"Baiklah, kami tidak akan mengganggu acara keluarga kalian." Bersamaan dengan itu Kiba meninggalkan Naruto, Hinata dan Hanabi. Chouji kembali mengikutinya. Naruto heran, kenapa Kiba senang sekali menggodanya?
Kemudian perhatian Naruto kembali beralih ke dua gadis Hyuuga di sampingnya.
"Ayo kita jalan-jalan lagi," kata Naruto yang langsung didukung oleh anggukan Hinata.
"Tapi jangan pegang tanganku lagi," gerutu Hanabi.
"Iya-iya." Naruto mengurut-ngurut dadanya, mencoba untuk sabar. Hancurlah sudah kencannya dengan Hinata. Sekarang ia tidak berharap banyak, minimal ia bisa membuat Hanabi senang malam ini.

"Naruto!"
"Apa?"
"Aku ingin boneka itu."
Naruto menatap boneka beruang yang di pajang di sebuah stand. Untuk kesekian kalinya Hanabi menyuruh-nyuruh Naruto bagai seorang babu. Dan untuk kesekian kalinya juga ia hanya bisa menurut. Kalau bukan adik Hinata, ia pasti berfikir dua kali untuk menuruti segala perintahnya.
"Hah? Katanya bukan anak kecil. Sekarang kenapa ingin boneka?"
"Me-memangnya tidak boleh?"
"Dasar tidak mau kalah."
"Hei, aku dengar itu!"
"Huh. Oji-san, apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan boneka itu?"
Paman penjaga stand itu menatap Naruto sejenak. Ia tahu siapa Naruto. Memangnya di Konoha ini siapa orang yang tidak mengenal Naruto yang waktu kecil sering sekali membuat onar? Paman itu pun tahu kalau Naruto adalah seorang pembuat onar, umm maksudnya seorang shinobi.
"Kau harus memukul boneka katak yang muncul dari ke 6 lubang ini 5 kali berturut-turut. Harus 5 kali berturut turut. Kalau tidak, kau gagal. Dan ingat, tanpa jurus ninja, jurus bayangan atau sejenisnya!"
"A-apa?"
"Gomen Naruto-kun." Hinata merasa bersalah karena dari tadi Hanabi terus saja memerintah Naruto.
"Tidak, apa-apa. Serahkan saja padaku."
Akhirnya dengan tekad yang kuat, Naruto mencoba permainan itu demi mendapatkan hadiah boneka beruang yang diinginkan Hanabi. Memang kelihatannya gampang. Tapi setelah dicoba ternyata susah juga. Tanpa jurus ninja dan 5 kali berturut-turut tanpa meleset sekalipun. Kalau meleset sekali saja, harus diulang lagi dari awal. Entah sudah berapa kali Naruto mencoba dan gagal, tapi ia tak mau menyerah semudah itu. Bukan Naruto namanya kalau gampang menyerah!
Kesabaran Hanabi sudah mulai habis.
"Bisa tidak sih?"
"Ini susah tahu! Kenapa tidak kau saja yang main?"
"Tidak mau!"
"Kalau begitu diam dan perhatikan saja."
"Baka!"
"Apa kau bilang?"
Hinata tersenyum geli melihat kelakuan pacar dan adiknya. Yang bisa dilakukannya sekarang hanya mengusap pundak Naruto dan Hanabi, berusaha menenangkan dua orang yang sangat disayanginya itu.
.
"Membosankan," ujar Hanabi. Boneka beruang kini sudah berada di pelukannya. Mereka sedang duduk di kursi panjang di dekat taman. Mengistirahatkan kaki mereka setelah lelah berkeliling.
"Kalian tunggu disini ya, aku beli makanan dulu," kata Hinata sambil berlalu.
Membiarkan Naruto dan Hanabi tetap menempati kursi adalah keputusan yang tepat. Karena kalau mereka bertiga pergi, belum tentu kursi mereka masih kosong. Dengan jumlah pengunjung festival yang semakin banyak, akan sulit sekali untuk mendapat tempat duduk.
Hinata pergi membeli makanan ke stand yang tidak terlalu jauh. Naruto saja masih bisa melihat Hinata dari tempatnya duduk sekarang.
"Aku mau jalan-jalan," kata Hanabi tiba-tiba. Tanpa aba-aba ia langsung pergi meninggalkan Naruto.
"He-hei, Hinata-chan menyuruh kita tetap disini. Hanabi!" Namun terlambat, Hanabi sudah pergi dan masuk ke kerumunan orang-orang di jalanan. "Sial! Kage Bunshin no Jutsu!"
"Kau tunggu Hinata-chan disini. Aku mengejar Hanabi," kata Naruto memerintahkan bunshinnya.
"Yosh!" seru bunshin Naruto.
Setengah jam kemudian Hinata kembali dengan membawa 3 bungkus makanan beserta minumannya.
"Gomen lama Naruto-kun, antriannya panjang sekali. Eh, Hanabi-chan kemana?"
"A-Aku hanya bunshin Hinata-chan, aku yang asli sedang mengejar Hanabi. Katanya... Katanya dia bosan dan ingin jalan-jalan."
"Hah? Anak itu memang nakal. Kalau begitu kita juga ikut mencari."
"Ayo."
Setelah itu Hinata dan bunshin Naruto masuk ke kerumunan orang-orang untuk mencari Hanabi. Dan tampaknya mereka harus bekerja keras karena pengunjung semakin membludak mengingat sebentar lagi acara akan dimulai. Dan itu menyulitkan mereka dalam pencarian Hanabi, bahkan dengan bantuan byakugan Hinata sekalipun.

"Hanabi!"
"Hanabi, kau dimana?"
Naruto sudah hampir putus asa. Ia sudah mencari Hanabi ke setiap sudut desa Konoha tapi ia tidak menemukannya. Padahal ia sudah mengerahkan puluhan bunshinnya untuk ikut mencari. Di taman tidak ada, di Hyuuga Mansion tidak ada, di jalanan Konoha juga tidak ada. Sekarang ia tengah berdiri di atas patung kepala Hokage Ke-3, berusaha memikirkan tempat yang mungkin saja dikunjungi Hanabi.
"Oi, kenapa kau disini Naruto?" tanya Kiba yang berada di puncak bukit Hokage. Ia sedang membawa kembang api ukuran besar, ditemani Chouji dan Lee.
"Bergabunglah bersama kami Naruto, kita ledakkan gelora masa muda kita!" seru Lee semangat.
Naruto kemudian naik ke puncak bukit mendekati teman-temannya dan memandang sekelilingnya, ada banyak orang disana. Bukit Hokage memang dijadikan sebagai tempat peluncuran kembang api. Selain panitia resmi Hanabi Matsuri yang sedang menyiapkan ribuan kembang api, ada juga orang-orang yang menyiapkan kembang api mereka masing-masing. Contohnya ya Kiba, Chouji dan Lee.
"Gomen, aku tidak bisa Lee. Aku sedang mencari Hanabi. Apa kalian melihatnya?"
"Ah, barusan kami berpapasan dengannya di sana, di jalan setapak itu. Sepertinya ia juga mau melihat kembang api di bukit ini."
"Arigato Lee."
Tanpa menunggu waktu lagi Naruto langsung berlari ke arah yang dimaksud oleh Lee.
'Tunggu aku Hanabi.' batin Naruto.

Naruto sudah berada di tempat yang dimaksud Lee. Tapi tidak ada siapa-siapa disana.
"Hanabi!"
"Hei, kau dimana Hanabi?"
Kemudian pandangan Naruto tertuju pada geta kecil yang tergeletak di tanah. Ia tahu betul itu adalah geta yang tadi dipakai Hanabi. Ia mulai khawatir sekarang, takut sesuatu yang buruk terjadi pada Hanabi. Naruto melihat sekelilingnya. Ia menganalisis segala kemungkinan yang mungkin saja terjadi. Dan akhirnya, kedua kakinya membawanya memasuki hutan.
"Hanabi! Hana..." panggilan Naruto berhenti saat sosok yang dicarinya ia temukan. Naruto bersyukur ternyata Hanabi tidak terlalu jauh memasuki hutan. Hanabi sedang berlutut dan menghadap semak-semak, kelihatannya ia sedang mencari sesuatu.
"Kau di sini rupanya. Apa yang kau lakukan di tempat seperti ini?"
"Boneka beruangnya hilang."
"Kok bisa?"
"Aku ingin melihat kembang api di bukit Hokage. Tapi karena terburu-buru aku tersandung dan bonekanya terlempar ke semak."
"Ya sudah. Biar aku yang mencarinya."
Tak lama kemudian Naruto menemukan boneka beruang itu. Hanabi terlihat senang sekali dan langsung memeluk bonekanya. Naruto ikut tersenyum melihatnya. Meskipun ia heran pada Hanabi, kadang ia bersikap seperti sudah dewasa. Tapi di sisi lain, ia juga bisa bersikap seperti anak kecil berusia 10 tahun pada umumnya.
"Ayo kita kembali."
Hanabi tidak bergeming. Ia tetap diam di tempatnya berdiri. Naruto heran, tapi rasa herannya segera hilang saat menyadari tali geta milik Hanabi putus. Pasti gara-gara ia tersandung tadi. Naruto kemudian berjongkok di depan Hanabi.
"Sini aku gendong."
Hanabi kaget kemudian mundur selangkah. Ia tidak menyangka Naruto mau menggendongnya. Terutama setelah apa yang dilakukannya kepada Naruto.
"Ti-tidak, itu sangat memalukan," kata Hanabi sambil memalingkan mukanya.
"Baiklah. Tapi kita harus segera ke bukit. Sebentar lagi acaranya dimulai."
"Ugh, tapi jangan macam-macam padaku." Hanabi mendengus kesal.
Ia tak punya pilihan lain selain mengikuti saran Naruto. Selain kakinya bisa saja lecet, tentunya tidak elit kalau ia berjalan tidak memakai geta padahal dengan yukata bagus seperti sekarang. Mau dikemanakan nama baiknya sebagai Hyuuga?
"Haha, kau beda sekali dengan Nee-sanmu. Kau lebih berisik."
"Apa kau bilang? Jangan samakan aku dengan Hinata-Neesan." Naruto tidak merespon, ia menahan tawanya, tidak mau membuat Hanabi semakin kesal.
Selama perjalanan ke bukit Hokage keduanya terdiam. Naruto juga malas memulai pembicaraan. Ia takut menyulut kembali perdebatan mereka. Lagipula tidak ada gunanya berdebat dengan anak kecil, tidak akan ada henti-hentinya. Kecuali kalau iseng ingin berlatih menguji kesabaran.
"Kenapa kau bisa menemukanku?" tanya Hanabi memulai pembicaraan.
Naruto terlihat berpikir sejenak.
"Entahlah. Aku juga tidak tahu, kebetulan mungkin? Saat aku menemukan getamu, aku hanya mengikuti kemana kaki membawaku."
Hening kembali.
"Naruto."
"Ya?"
"Apa kau menyayangi Hinata-Neesan?"
Deg! Naruto menghentikan langkahnya. Ia kaget mendengar Hanabi yang tiba-tiba bertanya seperti itu. Tapi tak lama kemudian ia tersenyum dan kembali melangkahkan kakinya.
"Tentu saja, kenapa kau tanya itu?"
"Aku hanya ingin memastikan Nee-sanku memilih pacar yang tepat."
Mulut Naruto membulat. Sekarang ia mulai sadar, apa mungkin dari tadi Hanabi menyuruh-nyuruh dirinya, memperlakukannya seperti babu untuk mengujinya?
"Oh, jadi dari tadi kau menguji kesabaranku?"
"Bisa dibilang begitu."
"Lalu? Apa aku lulus?"
"Ya."
"Syukurlah." Hanabi bisa merasakan Naruto yang menghela nafas lega.
"Kau tidak membenciku padahal tadi aku memperlakukanmu seperti babu. Padahal bisa saja kau membalas perbuatanku dengan meninggalkanku di hutan. Kau juga sepertinya orang yang sabar," kata Hanabi.
Hanabi terdiam sejenak. Naruto tidak merespon, ia menunggu Hanabi melanjutkan kata-katanya.
"Makanya kupikir kau layak jadi pacar Nee-san. Kau tahu 'kan kalau Nee-san gampang gugup dan panik. Ia juga tidak sekuatku atau Neji, jadi kupikir ia butuh seseorang yang selalu siap disisinya. Dan menurutku kau orang yang tepat. Jadi seberapa merepotkannya pun Nee-san, aku yakin kau akan terus sabar mendampinginya."
"Tentu saja, hehe." Naruto menoleh ke belakang memandang Hanabi dan memamerkan cengiran khasnya. Hanabi memalingkan mukanya ke arah lain, tapi kalau diperhatikan lebih dekat, bibir mungilnya membentuk seulas senyuman.
"Heh. Kau memang polos, sangat polos. Tidak heran kalau setelah dekat denganmu, Nee-san jadi semakin ceria."
"Benarkah?"
"Hn. Aku senang kau jadi pacar Hinata-Neesan," kata Hanabi jujur. Kini senyuman di bibir Hanabi semakin lebar.
Naruto tertegun mendengar perkataan Hanabi. Ternyata senang sekali saat saudara atau keluarga Hinata bisa menerimanya sebagai pacar Hinata. Ada rasa lega di dadanya. Setelah Neji, sekarang Hanabi juga telah menerima Naruto sebagai pacar Nee-san kesayangannya.
"Apa kau mau berjanji padaku?" tanya Hanabi saat mereka hampir sampai di bukit Hokage.
"Berjanji apa?"
"Berjanjilah untuk selalu membuat Hinata-Neesan bahagia."
Tanpa pikir panjang Naruto mengangkat jempol kanannya dan tersenyum lebar.
"Aku berjanji untuk selalu membuat Hinata-chan bahagia."
Hanabi ikut tersenyum.
"Aku pegang janjimu. Kalau kau mengingkarinya..." Namun tiba-tiba senyuman imut itu menghilang dan digantikan oleh seringai jahat yang membuat Naruto menelan ludahnya. "Aku dan Neji akan menghajarmu."
GLEK!
"Ba-baiklah," kata Naruto terbata-bata.
Setelah sampai di bukit Konoha, tak disangka ternyata Hinata dan bunshin Naruto sudah berada disana. Bahkan ada Neji juga disana. Hinata berlari mendekati Naruto dan Hanabi saat menyadari kehadiran kedua orang itu.
"Hh.. Hei, dari mana saja kalian? Hhh.." tanya Hinata kepada Naruto dan Hanabi.
Hinata terlihat kelelahan sekali, nafasnya tidak teratur. Pasti kelelahan karena dari tadi mencari Hanabi. Dan ternyata benar, saat Naruto menghilangkan bunshin miliknya, memory bunshinnya memberitahunya seberapa keras usaha Hinata untuk mencari Hanabi. Ia menggunakan byakugannya tanpa henti demi menemukan adik kesayangannya.
"Tadi boneka beruang Hanabi hilang di hutan. Kemudian tali getanya putus jadi aku menggendongnya sampai kemari."
"Hah? Gomen jadi merepotkanmu Naruto-kun," kata Hinata sambil membungkuk. Ia jadi semakin merasa bersalah kepada Naruto.
"Bukan apa-apa Hinata-chan. Sekarang ayo kita cari tempat untuk menonton kembang api."
"Aku mau bersama Neji saja," kata Hanabi dan memberi isyarat kepada Neji untuk mendekat. "Bersama kalian sangat membosankan. Aku ingin nonton di dekat Kiba saja."
"Tapi Hanabi-sama, menonton terlalu dekat malah akan sangat berisik," ujar Neji.
"Aku tidak peduli, ayo kesana." Neji hanya pasrah dan menuruti kata-kata sepupunya.
Naruto menatap Hanabi sekilas, tatapan mereka bertemu. Dan Naruto melihat senyuman di wajah Hanabi sebelum pergi.
'Dia tahu saja apa keinginanku,' batin Naruto. Kemudian ia berbalik dan menatap Hinata.
"Sudah siap untuk kencan yang sesungguhnya?" Naruto melebarkan lengan kanannya. Pipi Hinata memerah, ia mengerti isyarat Naruto. Dengan pelan namun pasti Hinata menyelipkan tangannya di lengan kanan Naruto, mengapit lengan Naruto.
"Ayo kita lihat hanabi," kata Naruto dan mulai berjalan. "Sebentar lagi pasti acaranya mulai."
"Eh? Kenapa lihat hanabi lagi?" Kini Hinata semakin heran.
"Hehe." Naruto tertawa kecil "Maksudku bukan hanabi adikmu, tapi hanabi kembang api."
"Oh." Pipi putih itu kembali merona merah. "Ayo."
Setelah itu keduanya berjalan berdampingan, mencari tempat yang cocok untuk menonton kembang api.

Naruto dan Hinata telah menemukan tempat yang cocok. Yaitu di sebuah padang rumput yang luas, tidak jauh dari tempat latihan mereka dan patung Hokage. Tidaklah sulit menemukan tempat untuk menonton kembang api disini. Karena kebanyakan orang lebih memilih untuk menonton di taman, sungai, maupun di jalanan yang ramai sambil menikmati makanan mereka di stand-stand makanan.
Jadi di padang rumput itu tidak terlalu padat dengan orang-orang. Hanya beberepa pasangan muda-mudi yang terlihat berada di sekitar tempat Naruto. Naruto juga sempat melihat Shikamaru dan Temari diantara pasangan-pasangan itu. Pantas saja tadi Kiba hanya berdua dengan Chouji.
Naruto bersandar di pohon besar, berada paling belakang di padang rumput itu. Sekarang Hinata duduk dipangkuannya, Naruto memeluknya dari belakang. Entah kenapa setiap Naruto memeluk Hinata seperti ini, hatinya terasa damai. Tanpa tahu kalau Hinata sedang susah payah menahan rasa gugupnya, degupan jantungnya tak karuan karena dipeluk Naruto seperti ini.
"Na.. Naruto-kun?"
"Ya?"
"Tadi apa yang terjadi antara kamu dan Hanabi-chan?"
"Sudahlah jangan dibahas."
"Kenapa? Aku yakin ada sesuatu yang terjadi. Tidak biasanya Hanabi-chan tersenyum pada orang yang baru ditemuinya. Um.. maksudku kalian 'kan jarang bertemu dan belum akrab."
"Hmm, kamu selalu saja tahu."
Naruto menyimpan kepalanya di pundak kanan Hinata. Hinata yang tidak siap berusaha menjauh, tapi percuma saja, sekarang Naruto 'kan memeluknya jadi dia tidak bisa menjauh. Wajah Naruto sekarang berada dekat sekali dengan wajahnya. Yang bisa dilakukannya sekarang hanya berusaha untuk menenangkan diri. Kalau malu dan gugup sudah jangan ditanya, karena sekarang pipinya sudah memanas dan berwarna merah.
"Ternyata dari awal Hanabi menguji kesabaranku."
"Oh ya?"
"Iya. Tapi tenang saja, katanya aku lulus. Ternyata imoutomu itu baik juga."
"Begitulah. Walaupun kadang dia bisa menyebalkan seperti tadi. Tapi pada dasarnya dia memang baik."
Naruto mengangguk setuju. Kemudian keduanya terdiam menunggu dimulainya peluncuran kembang api.
DHUAR!
Kembang api pertama meledak di langit Konoha, menghasilkan cahaya terang yang berwarna warni. Dan disusul oleh rentetan kembang api lain yang tak kalah indah. Puluhan orang bersorak kegirangan. Para panitia peluncuran kembang api semakin sibuk dengan pekerjaan mereka, meluncurkan ratusan bahkan ribuan kembang api ke langit. Kiba dan yang lain tidak mau kalah, mereka ikut meluncurkan kembang api milik mereka. Sekarang langit Konoha sudah seperti langit yang bertaburan bunga. Bunga dengan berbagai ukuran dan warna yang indah.
"Indah sekali Hinata-chan, aku tidak menyesal pulang kesini lebih awal." Naruto semakin mempererat pelukannya di pinggang Hinata.
"Kamu benar Naruto-kun."
Kemudian pandangan Hinata beralih kepada pasangan di depannya. Cahaya kembang api membuatnya bisa melihat siapa pasangan di depannya itu dengan jelas. Ternyata mereka adalah Shikamaru dan Temari, tak disangka mereka juga memilih tempat yang tidak jauh darinya. Dan rupanya mereka sedang berci... Mereka sedang berciuman! Di tempat yang banyak orang seperti ini? Mereka berani sekali. Hinata memandang ke sekelilingnya, ternyata bukan hanya ShikaTema saja yang berciuman. Ada beberapa pasangan lain yang sedang melakukan hal yang sama. Yah, sekarang ia baru sadar kalau yang berada di padang rumput itu semuanya pasangan muda-mudi. Tidak ada orang tua, tidak ada anak kecil.
Kemudian pandangan Hinata kembali beralih. Kali ini ke arah Naruto yang masih saja berada di pundak kanannya. Pipinya memerah, ia jadi ingat ciumannya kemarin dengan Naruto.
Tiba-tiba Naruto ikut menoleh...
"A-apa kamu memikirkan hal yang sama denganku Hinata-chan?"
"Ah? Ten... tentu saja tidak." Hinata kelabakan. "Mana mungkin aku berfikir untuk berciuma..."
Hinata menutup mulutnya, ia merutuki dirinya karena sudah kelepasan bicara. Benar-benar memalukan. Dan sekarang Naruto menyeringai.
"He? Jadi kamu berfikir tentang ciuman juga?"
"Uh? Maksudku..."
"Hinata-chan..."
Ah, Hinata sudah terjebak. Sekarang Naruto sudah mendekatkan wajahnya ke wajah Hinata. Dan tentunya itu hal mudah karena dari tadi Hinata berada di pelukan Naruto. Hinata memiringkan wajahnya ke kanan, juga memejamkan matanya. Naruto semakin mendekatkan bibirnya ke bibir mungil Hinata.
Dan akhirnya bibir mereka bertemu. Mereka berciuman...
Naruto merasakan bibir Hinata yang begitu lembut. Ia mencium bibir bawah dan atas Hinata bergantian. Kemudian memainkan lidahnya, menyapu bibir Hinata pelan. Ia melakukannya dengan lembut dan hati-hati. Memastikan kalau Hinata merasakan kenikmatan seperti yang dirasakan dirinya.
Dan usaha Naruto berhasil. Setiap Naruto menyapukan lidahnya di bibir Hinata, Hinata merasa seperti melayang. Ini adalah ciuman kesekian kalinya dengan Naruto, namun entah kenapa masih saja terasa nikmat baginya.
Setelah melepas ciumannya, mereka bertukar pandangan dengan wajah mereka yang sama-sama merah.
"Manis," kata Naruto tiba-tiba.
"E-eh?" Hinata tidak mengerti apa maksud perkataan Naruto.
"Bibirmu manis Hinata-chan," jelas Naruto.
Saat itu juga Hinata memalingkan muka, menyembunyikan pipinya yang sewarna dengan kepiting rebus. Pantas saja dari tadi Naruto memainkan lidahnya di bibir Hinata. Naruto menatap Hinata, tersenyum hangat. Sekarang ia tahu rasa bibir Hinata kalau Hinata memakai lipgloss. Bibir mungil yang berwarna pink muda itu rasanya manis. Rasa manis yang membuatnya... ketagihan.
Naruto kemudian bangkit dan menukar posisinya dengan Hinata.
"Naruto-kun, apa yang hmmft..."
Kata-kata Hinata terhenti saat mulutnya kembali dikunci oleh mulut Naruto. Naruto menyimpan kedua tangannya di batang pohon, di kedua sisi badan Hinata. Lidah Naruto kembali menyapu bibir manis Hinata. Membuat Hinata seakan kembali meleleh merasakan ciumannya dengan Naruto. Hinata ikut terbawa suasana, ia memegang kepala Naruto dengan kedua tangannya. Posisi Hinata yang sekarang bersandar ke pohon mempermudah Naruto untuk memperdalam ciuman mereka.
Mereka berciuman ditemani ribuan kembang api yang menghiasi langit Konoha dengan warna-warnanya yang indah. Seolah jadi background yang cocok untuk Naruto dan Hinata saat ini.
Ternyata benar rasa manis bibir Hinata membuat Naruto ketagihan.
'Sial kau Ero-Sennin, kau telah menularkan sifat mesummu padaku!'

Dua bulan telah berlalu dan hubungan Naruto dengan Hinata semakin membaik. Naruto juga sudah kembali bekerja di Toko Bunga Yamanaka. Jadi sekarang ia bisa mendapatkan uang tambahan selain uang dari misi. Kebiasaan Hinata yang memasak di rumahnya juga turut membantu menghemat pengeluaran bulanannya. Ia jadi bisa menabung lebih banyak dari sebelumnya. Dengan begini ia bisa memberikan sesuatu yang spesial di ulang tahun Hinata bulan Desember nanti.
"Naruto!" Naruto menoleh dan melihat Sakura membuka pintu apartemennya secara paksa. Di belakang Sakura, Naruto bisa melihat para penduduk yang panik dan berlari. "Tsunade-shishou memanggil Team 7, ayo kita kesana."
'Oh, rupanya sudah saatnya misi 'itu' ya,' batin Naruto. Ia semakin bersemangat. Misi 'itu' merupakan salah satu misi yang bayarannya besar. Sebentar lagi ia akan bisa mempersiapkan hadiah untuk Hinata.
"Ayo kita pergi."
.
.
.
"Misi kalian kali ini adalah..."
Tsunade memandang orang-orang di hadapannya yang ia sebut 'Team 7'. Padahal sebenarnya terdiri dari Neji, Lee, Naruto dan Sakura.
"Mengawal seorang pendeta wanita dari Negara Iblis untuk menyegel jiwa Mouryou..."
To Be Continue...
-Rifuki-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar