pendahuluan

Assalamualaikum. Wr. Wb
Seperti namanya blog ini akan menampilkan beberapa fanfic Naruto terbaik *menurut saya* secara copas oleh karena itu anda tidak perlu kaget bahwa isi blog ini pernah anda lihat ditempat lain. Sekian dari saya Terimakasih.
enjoy my blog :D

Jumat, 14 Desember 2012

Coup

A/N: Fic ini dibuat oleh LuthRhythm-sama dengan pairing sasusaku semoga kalian suka ;D 

Coup
NARUTO © Masashi Kishimoto
Genre: Humor/Romance
Rated: T

.:Chapter 1:.
Haruno Sakura membuka pintu putih di hadapannya, melangkah dengan cepat, lalu duduk di sofa merah dengan manis setelah meletakkan tas ranselnya di samping sofa.
"Halo," ucapnya pada pemuda di sebelahnya yang kini menonton televisi.
"Seharusnya kau mengucapkannya saat masuk ke rumahku, Sakura," sahut Uchiha Sasuke, sang pemuda yang kini sedang menonton acara Lintas Berita.
Sakura mengeluarkan ekspresi cemberut andalannya, "Kau tidak menjawab salamku, Sasuke-kun."
"Oh." Sasuke memperbesar volume televisi.
"Sasuke-kun!" pekik Sakura.
Hening.
"Hh..." Sakura menghela napas panjang. "Benar kata Ino, Gaara-kun jauh lebih baik daripada kau," ucapnya dengan niat memancing amarah sang pemuda.
Sasuke menekan tombol mute, lalu menoleh pada Sakura.
"Apa?" tantangnya dengan nada berbahaya.
"Gaara-kun jauh lebih baik daripada kau, U-chi-ha Sa-su-ke," ucap Sakura dengan nada menantang. "Lagi pula, saat kalian SMA tahun lalu Gaara-kun yang menjadi ketua OSIS, bukan kau. Jadi kau kalah, ha-ha."
Sakura lalu berdiri, mengambil tas ranselnya, lalu beranjak meninggalkan Sasuke. Namun sebuah tangan menahannya, lalu menariknya sehingga ia kini terduduk di pangkuan sang kekasih.
"Apa maumu, Sakura?" ucapnya dengan emosi tergambar di mata.
Ah, betapa ia tahu bagaimana cara memancing kekasihnya.
"Jawab salamku, Sasuke-kun." Sakura meletakkan kedua tangannya di bahu sang kekasih sembari tersenyum manis. "Halo."
Tuing!
Dan satu silangan urat pun menghiasi kening sang Uchiha.
.
.:*:.
.
Butir per butir keringat menetes dari pelipis sang Uchiha yang kini sedang bermain playstation kesayangannya. AC kamarnya mati dan tukang servis baru akan sampai dua jam lagi. Beruntungnya, sang kekasih kini ada di kamarnya, tepatnya di atas tempat tidurnya, membantunya berkonsentrasi dalam memainkan permainan favoritnya, berbau sepakbola, tentu saja.
"Sasuke-kun," panggil sang kekasih.
"Hn?" jawabnya singkat tanpa mengalihkan perhatiannya dari televisi di hadapannya.
"Kenapa di sini panas sekali?" tanyanya seraya memeluk guling yang terlihat begitu empuk.
"Karena AC-nya mati," jawab Sasuke singkat.
"Kenapa AC-nya mati?" tanya Sakura kembali.
"Karena AC-nya rusak, Sakura."
"Kenapa bisa rusak?" Sakura kini memandang layar televisi yang menggambarkan 22 orang sedang bermain bola.
"Karena kau terus bertanya."
Puk!
Sebuah bantal sukses mendarat di kepala sang Uchiha, namun tetap saja, sang pemuda tidak mengalihkan sedikit pun pandangannya dari layar.
"Sasuke-kun, pacarmu yang mana seorang wanita sedang berkeringat di sini, di atas tempat tidurmu, apa kau tidak merasakan apa pun?"
"Tidak," jawab sang kekasih cepat, tanpa keraguan.
Puk!
Bantal kedua sukses mendarat di kepala Sasuke, namun lagi-lagi, tak ada hasil.
"Gay," rutuk Sakura dengan perlahan, namun masih dapat Sasuke dengar.
Tentu saja sang Uchiha ingin membalas, namun sepertinya lebih baik ia diam dan dipanggil gay sementara, daripada diganggu waktu bermainnya untuk pembicaraan tidak berujung.
Dan Uchiha Sasuke pun menyengir dalam diam, senang karena akhirnya sang kekasih pun berhenti bertanya.
.
.:*:.
.
"Sasuke-kun, kau sedang apa?" tanya sang gadis yang masih berbaring di atas tempat tidur kekasihnya seraya memeluk guling.
Pemuda yang kini sedang mengutak-ngatik laptop di atas tempat tidur yang sama terlihat tidak terlalu mengindahkan sang gadis. "Mengerjakan tugas kuliah, Sakura."
"Oh," jawab Sakura sembari menatap kekasihnya lekat-lekat.
Keringat Sasuke membanjiri keningnya karena tukang servis yang ia panggil belum kunjung datang.
"Sasuke-kun."
"Hn," sahutnya.
"Apa kau benar-benar gay?" tanya Sakura dengan ekspresi penuh harap.
"Tidak," jawabnya singkat.
"Jadi kau bukan gay?"
"Iya."
"Apa kau bisa bernyanyi lagu korea?"
"Tidak."
"Bisa break dance?"
"Tidak."
"Apa kau punya bulu dada?"
Krik.
Hening. Sasuke menghentikan kegiatan mengetiknya seketika. Ia kini menatap sang gadis yang kini sedang memeluk guling yang selalu ia pakai, dalam diam. Sang gadis menatapnya dengan dua alis terangkat, menunjukkan ekspresi penasarannya yang menuntut untuk dijawab.
"Sakura," ucap Sasuke menatap Sakura tepat di mata.
"Ya, Sasuke-kun..?" Sakura balas menatapnya, memutuskan untuk tidak memutuskan pandangan.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya sang Uchiha yang kehabisan akal.
"Karena kata Ino kalau pria gay, bisa bernyanyi lagu Korea, bisa melakukan break dance, dan memiliki bulu dada itu seksi."
Krik.
Sasuke diam sejenak, terhenyak.
"Kau pasti lapar."
Beberapa detik berikutnya Sasuke membuka atasannya, melemparnya ke sembarang arah, menelepon restoran cepat saji untuk memesan beberapa makanan, lalu kembali mengerjakan tugas kuliahnya.
Memiliki kekasih seperti Sakura yang bodoh saat lapar dan kamar yang panas bukan main cukup membuatnya kualahan.
"Sasuke-kun..." panggil Sakura dengan perlahan hampir seperti bisikan.
Sasuke menghentikan kegiatan mengetiknya, menarik napas dalam-dalam sebelum membuangnya, lalu menatap Sakura, mencoba sabar. "Ada apa lagi, Sakura?"
Tentu saja Sasuke menyadari bagaimana mulut Sakura terbuka dan menatap dada bidangnya yang tak terlapisi apa pun sebelum menaikkan pandangannya untuk menatap dirinya.
Masih dengan mulut terbuka dan ekspresi kosong Sakura mengatakan, "...kau seksi."
Krik.
Catatan: Seorang Uchiha Sasuke tidak memiliki bulu dada
.:*:.

"Sasuke-kuun!" rengek Haruno Sakura sembari mengguncangkan Uchiha Sasuke yang kini terlelap. Lima menit sudah ia berusaha membangunkan kekasihnya, namun nihil, sang pemuda tetap tidur dengan nyenyaknya.
"Sasuke-kuun! Hari ini kan car-free day! Kau bilang mau menemaniku bersepeda!" Sakura masih belum menyerah untuk membangunkan si pemuda yang tengah terlelap.
Uchiha Sasuke akhirnya merespon. Ia bergerak, menarik selimut yang tadinya berada di pinggang, hingga kini menutupi seluruh badannya, bahkan pucuk kepala sekalipun. "Besok," gumamnya parau.
"Besok bukan car-free day, Sasuke-kun! Jangan mencoba membodohiku, aku sedang tidak lapar," keluhnya.
Sakura pun menghela napas, lalu melepaskan sepatu kets yang sedang ia pakai. Setelah melepaskan sepatu, Sakura pun turut masuk ke dalam selimut dan memeluk sang kekasih.
"Sakura..." ujar Sasuke parau. Ia memaksa matanya terbuka untuk menatap sang kekasih berambut merah jambu yang kini berbaring dengan tangan melingkari pinggangnya.
"Jadi, apa kita berangkat sekarang?" tanyanya tanpa menghiraukan panggilan sang kekasih, dengan senyum termanisnya.
"Hh..." Sasuke menghela napas sejenak. Ia lalu bangkit dari tidurnya untuk duduk, lalu mengacak rambut sang gadis.
Sasuke pun berdiri dari tempat tidur, mengambil bantal, lalu melangkah keluar kamar.
"Besok."
Puk!
Sebuah bantal sukses mendarat di kepalanya telak. Tapi, toh, timpukan itu tidak mengurungkan niatnya untuk melanjutkan tidur di sofa ruang tengah.
"Sial," rutuk Sakura kesal.
.
.:*:.
.
Grauk!
Sasuke terlonjak dari tidurnya, duduk seketika karena rasa sakit yang ia rasakan di pundak kanannya.
"Sakura..." ujarnya dengan nada yang berbahaya.
Tangan kirinya kini tengah sibuk mengelus pundak kanannya yang sukses digigit oleh kekasihnya yang kadang sangat menyebalkan menurutnya.
"Ba-ngun!" ujar Sakura tak mau kalah. "Kau tidak boleh bangun terlalu siang, Sasuke-kun." Sakura kini berdiri dengan menolakkan kedua tangan di pinggang.
"Memangnya kenapa kalau aku bangun siang?"
"Nanti kau penyakitan, tauk!"
"Memangnya kenapa kalau aku penyakitan?"
"Kalau kau penyakitan aku yang susah, Sasuke-kun. Aku kan tidak ingin punya suami penyakitan."
Sasuke menyeringai.
"Siapa yang bilang aku mau jadi suamimu?" ledeknya seraya menatap Sakura yang menatapnya tidak percaya sejenak, lalu memerah pipinya karena menahan malu.
"Percaya diri sekali kau," lanjut Sasuke dengan seringai semakin lebar. Melihat Sakura yang kini berdiri di hadapannya dengan wajah menahan malu mau tidak mau sedikit membuatnya merasa geli. Ia tarik tangan Sakura untuk duduk di pangkuannya. "Lagipula aku begadang untuk mengerjakan tugas kuliah."
Tangan kanan Sasuke kini melingkar di pinggang sang gadis, sedangkan tangan kirinya mengacak rambut merah jambunya.
"Kenapa kau mengerjakan tugas terus?" tanya Sakura masih dengan pipi merona.
"Karena memang sedang ada tugas, Sakura," ujar Sasuke seraya mengecup pundak Sakura. "Menurutmu kalau aku tidak mengerjakan tugas, apa yang akan terjadi?"
"Ng... dikeluarkan?"
"Kalau dikeluarkan bagaimana?" Kini Sasuke sibuk mengecup bahu sang gadis.
"Kau susah dapat kerja, lalu kau tidak bekerja, akhirnya kau berakhir miskin," jelas Sakura mengira-ngira.
"Pintar. Memangnya kau mau punya suami miskin?" tanya Sasuke di sela kesibukannya mengecup leher Sakura.
Sakura menyeringai.
"Siapa yang bilang aku mau kau jadi suamiku, Sasuke-kun?"
Sasuke menghentikan kegiatannya seketika. Kini ia menatap Sakura yang tengah menyeringai dalam-dalam.
Ah, asyiknya balas dendam.
"Oh iya," Sakura berdiri, menatap kekasih yang bungkam, "kau belum mandi, bau."
Dan Sakura pun tertawa akan kemenangan mutlaknya.
Pesan moral: jangan mencari masalah dengan Haruno Sakura yang sedang tidak lapar.
.
.:*:.
.
Sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat sebelum garis batas lampu merah. Sakura, yang kini duduk di sebelah bangku kemudi, sibuk bernyanyi lagu yang tengah diputar.
"Baby, you have become my addiction, I'm so strung out on you, I can barely move but I like it," nyanyinya hapal di luar kepala.
"Astaga, Sasuke-kun! Suaranya Ne-yo keren banget!" pekik Sakura penuh kagum. "Kapan ya Ne-yo konser lagi di sini?" Sakura tampaknya tidak dapat menahan godaan untuk tidak memuja suara sang penyanyi.
"Biasa," komentar Sasuke tanpa ekspresi berarti. Tangan kirinya pun segera tergapai untuk mematikan lagu yang berulangkali diputarkan sang kekasih.
Grauk!
"Aw!" Sasuke terlonjak kaget karena rasa perih di pundak kirinya. "Sakura!" bentak Sasuke yang kesal karena kena gigitan Sakura untuk kedua kalinya hari ini.
"Suara Ne-yo jauh lebih bagus daripada suara melengkingmu yang seperti gay itu, Sasuke-kun!" ketus Sakura tanpa nada ragu.
Sasuke memutar bola mata, kesal karena kembali membahas masalah gay-tidak gay. Ia memutar otak untuk menghentikan kekonyolan ini.
"Baiklah kalau kau mau aku jadi gay," tantang Sasuke.
Tanpa ragu ia membuka dua kancing teratas kemejanya, membuka jendela mobilnya, lalu menatap om-om yang tengah berdiri di pinggir jalan tanpa mengindahkan lampu lalu lintas yang kini hijau.
Tentu saja sang om-om itu menyadari keberadaan Sasuke. Jangan permasalahkan jenis kelamin ataupun orientasi seksual saat pemandangan seorang Uchiha Sasuke disuguhkan dengan cuma-cuma.
Melihat sang om-om yang ditatap Sasuke merona wajahnya, Sakura pun keki. Ia segera menutup jendela mobil lalu memaksa Sasuke untuk menjalankan mobil.
"Apa-apaan itu tadi, Sasuke-kun!" pekik Sakura yang membuat Sasuke memutar bola mata begitu mobil kembali dijalankan.
"Kau yang bilang kalau aku ini gay, kan?" Sasuke kini mulai berkonsentrasi mengemudi. Sakura pun sibuk kembali mengancingi kemeja Sasuke yang menit tadi dibuka.
"Itu bukan alasan!"
"Kalau begitu jangan panggil aku gay lagi, Sakura."
Sakura tak kunjung menjawab, ia hanya diam menatap jalanan melalui kaca di sebelahnya. Karena itu Sasuke putuskan untuk menepi sejenak.
"Berhenti memanggilku gay, Sakura. Itu tidak lucu," ujar Sasuke ketika mobil yang ia kendarai sudah dipinggirkan.
"Tapi kata Ino kau gay, kau jarang sekali mencium bibirku." Sakura mengembungkan pipinya.
Sasuke menghela napas, menarik dagu Sakura ke arahnya, menciumnya tepat di bibir mengeluarkan setiap teknik yang ia ketahui. Uchiha Sasuke jenius dalam segala hal, bukan begitu?
Tentu saja termasuk seni mencium seorang gadis. Setelah memastikan Sakura kehabisan napas, Sasuke pun memundurkan kepalanya.
Sasuke menatap Sakura lekat-lekat, "Jadi, apa aku gay?"
Sakura, dengan rona kemerahan di pipinya dan napas yang terengah, menggeleng dengan cepat.
"Bagus," ucap Sasuke menyeringai, lalu melanjutkan perjalanan.
Beberapa detik berlalu.
"...kau bukan gay, kau maniak, Sasuke-kun," bisik Sakura pelan, membuat sang pemuda tidak dapat mendengar ucapannya.
Uchiha Sasuke merasa menang karena tidak lagi dipanggil gay. Sayang sekali ia tidak sadar kalau kini nama panggilannya akan berubah menjadi maniak.
.
.:*:.
.
Sakura melangkah perlahan dengan piring kecil berisi irisan tomat di tangannya. Tak lama setelah itu, ia meletakkan piring tersebut di hadapan Sasuke yang langsung mengambil irisan tomat yang disajikan.
"Paman dan Bibi ternyata belum pulang," ujar Sakura lemas setelah mendudukan dirinya di kursi yang bersebrangan dengan Sasuke.
"Hn." Sasuke masih sibuk dengan tomatnya.
"Padahal aku pikir mereka sudah pulang, jadi aku dapat oleh-olehnya sore ini." Sakura menatap Sasuke lekat dengan dagu bertumpu pada kedua tangannya.
"Hn." Sasuke masih sibuk dengan tomatnya.
"Sasuke-kun?"
"Hn."
"Apakah tomatnya enak?"
"Hn."
"Apakah kau bisa mengatakan hal lain selain 'hn'?"
Sasuke masih sibuk dengan irisan tomatnya yang lezat.
"Hn."
"Apakah kau tahu kau itu emo sangat?"
"Hn."
"Apakah kau pernah merasa cantik?"
Sasuke masih sibuk memakan tomatnya yang menggiurkan.
"Hn."
"Apakah aku boleh meminta toma—"
"—tidak."
Sakura menghela napas; Sasuke masih sibuk dengan irisan tomatnya.
"Sasuke-kun."
"Hn."
"Apakah ada hal lain yang menarik untukmu selain tomat di piringmu?"
"Ada."
Okay, Sakura kini merasa senang bukan main.
"Apa?" tanya Sakura dengan mata berkilat oleh antusiasme.
Sasuke mendongak, menatap Sakura tepat di mata sebelum menjawab, "Tomat yang lainnya."
Duak!
Kepala Sakura terbentur keras pada meja makan yang terbuat dari kayu jati.
And that's what they called 'Headbang'.
.
.:*:.
.
"Bagaimana jika kuberi keperawananku?"
Kalimat Sakura yang memecah keheningan yang terjadi selama lima menit lalu sukses membuat Sasuke sontak menatapnya.
"Apa masih lebih menarik tomat itu daripada keperawananku, Sasuke-kun?" pancingnya lagi.
Sakura sadar betul, hargadirinya dipertaruhkan di sini.
"Nanti," respon Sasuke singkat.
"Maksudmu?"
"Nanti, setelah irisan tomatnya habis."
Tuing!
Silangan urat muncul di kening Sakura.
Cukup sudah, sudah cukup. Bagaimana bisa keperawanannya dihargai irisan tomat?
Setelah menghabiskan tomatnya yang tersedia, Sasuke berdiri, menarik tangan Sakura ke arah kamar sang gadis. Dalam hati, Sasuke bersyukur selalu membawa alat kontrasepsi di dompetnya untuk keadaan 'darurat'.
"Mau ke mana?" tanya Sakura, tidak menuruti tarikan Sasuke untuk berdiri.
"Tentu saja ke kamar, kau mau di sini?" jawab Sasuke setengah meledek.
"Nanti," respon Sakura singkat.
"Maksudmu?"
"Nanti, setelah kita menikah, Sasuke-kun." jawabnya dengan senyuman termanis. Ah, tentu saja senyuman manis kemenangan karena berhasil membalas perkataan sang kekasih. Sakura lalu berdiri melewati Sasuke untuk menonton televisi di ruang tamu seraya mencium leher dan meniup telinga Sasuke sejenak dalam prosesnya.
Haruno Sakura pun berlalu, meninggalkan Uchiha Sasuke dengan... err... pokoknya dengan 'itu' lah.
Pesan moral: balas dendam memang benar-benar menyenangkan.
.
.:*:.
Haruno Sakura mengetuk pintu kediaman Uchiha Sasuke keras.
"SASUKE-KUUN! BUKA PINTUNYAAA!" teriak Sakura agar dapat masuk ke rumah sang Uchiha untuk menjauh dari cuaca berangin ini.
Tubuhnya dibalutkan blazer dan rok span mini, menandakan baru saja pulang dari kerjanya. Lelah bukan main, karena itu ia iri pada kekasihnya yang mengambil cuti pada hari yang dingin ini.
Ceklek.
"Haruskah berteriak, Sakura? Apa gunanya bel kalau begitu?" ujar sang Uchiha setelah membukakan pintu. Sakura pun langsung memeluk Sasuke begitu melihat sosok tersebut tanpa peduli omelannya.
"Tak tahu kah kau kalau manusia sedang kedinginan ia tidak bisa berpikir jernih?" jawabnya.
Sakura lalu menyusupkan tangannya ke dalam jaket sang Uchiha hingga ke punggungnya, mencari kehangatan.
Sasuke yang tahu tak akan bisa berdebat dengan Sakura pun hanya menghela napas panjang, lalu menutup pintu agar sang angin dingin tidak dapat menyusup masuk ke rumahnya yang lebih hangat. Tangan Sasuke pun mengelus punggung Sakura, memberikan gerakan yang menghangatkan hati maupun tubuh Sakura secara bersamaan.
Inilah yang Sakura cintai dari Sasuke, talk less, do more.
Tak perlu kata-kata, ia tahu dan yakin Sasuke mencintainya.
Sakura mendalamkan pelukannya pada Sasuke, menenggelamkan wajahnya di tengkuk sang kekasih.
"Sasuke-kun," panggil Sakura sembari mengendus tengkuk Sasuke.
"Hm?"
"…kau belum mandi ya?" Sakura melepaskan pelukan dari Sasuke dan menatap mata sang kekasih. Sasuke terlihat sedikit sebal karena tak lagi memeluk sang gadis.
"Masih pagi," jawab Sasuke sembari berlalu menuju kamarnya, meninggalkan Sakura yang menatap jam dinding dengan bingung.
Tiga sore.
Okay, tiga sore. Jelas bukan pagi.
Sakura yakin setengah mati bahwa Sasuke dari tadi pagi pasti sibuk bermain playstation.
Ah, ganteng-ganteng cacat—keluh Sakura dalam hati.
.
.:*:.
.
"Sasuu-kun!"
Hening.
"Saaaasuuu-kyun!"
Masih hening.
"Sasuuu-nyan!"
Tak ada jawaban.
"Saaasuuu-pyooon!"
Masih tak ada jawaban.
Puk!
Sebuah bantal mendarat dengan telak di kepala.
Krik.
Masih hening.
"Sasuuukeee-kuuun!"
Masih, tetap, selalu tak ada jawaban.
"LALALALA HALO LELAKI TAMPAN DI SANA LALALALA—"
"—Sakura..."
"—oh, Tuhan! Akhirnya ia bica—"
"—bisakah kau diam?"
Puk!
Kembali, sebuah bantal mendarat di kepala sang pemuda yang sedang bermain playstation.
"Ugh!"
.
.:*:.
.
"Sasuuu-kuuun!"
Hening.
Sudah cukup, cukup sudah. Sakura pun menggerakkan tangannya, mencari bantal untuk kembali menimpuk sang pemuda. Tapi apa daya, segala amunisi telah terpakai percuma.
Karena itu Sakura berdiri dari tempat tidur sang kekasih, memeluk guling berlapiskan kain merah marun di tangan, melangkah untuk berhenti tepat di belakang sang kekasih yang kini memunggunginya untuk menatap layar televisi.
Sakura tarik kencang bagian belakang rambut Sasuke yang mencuat, hingga membuat Sasuke terjengkang ke belakang.
"Astaga Sakura..." keluh Sasuke dengan suara kualahan yang mencoba sabar seraya menekan tombol start pada stick playstation-nya.
Sakura yang berdiri kini menunduk menatap sang kekasih yang berbaring di lantai masih dengan memeluk guling di tangan. "Demi dewa Jashin-nya Kak Hidan, Sasuke-kun! Umurmu sudah 26 tahun tapi kebiasaanmu asik dengan PS tanpa memerhatikanku masih sama seperti saat kita remaja dulu! Tak bisa kah kau berubah menjadi lebih dewasa, wahai Sasuke-san?" omelnya panjang lebar.
"Kebiasaanmu menimpukku dengan bantal juga tidak berubah, Sakura." Sasuke memutar bola mata.
"Hey! Jangan membalikkan keadaan! Kau curang!"
"Yak, tidak pernah mau kalah seperti biasa."
Kembali, Sasuke memutar bola mata.
"Sasuke-kun! Sejak kapan kau menjadi lelaki bawel seperti i—Kami-sama! Jangan-jangan kau alien!"
Krik.
Sasuke menatap Sakura dengan tatapan datar.
Hening.
Sakura berpikir dengan keras; Sasuke menatap datar dengan bosan.
"Kau ke manakan Sasuke-kun, wahai Alien-sama!" pekik Sakura sembari mengangkat gulingnya tinggi-tinggi, bersiap memukul wa—
"—kalau kau pukul wajahku dengan guling itu akan kubatalkan rencanaku melamarmu malam ini," ujar Sasuke dengan alis terangkat menantang.
Satu detik berlalu.
Sakura membeku; Sasuke berwajah datar.
Dua detik berlalu.
Sakura masih membeku; Sasuke masih berwajah datar.
Tiga detik berlalu.
Mata Sakura membulat; mata Sasuke membulat.
"APA?" Sakura memekik kencang.
"Lu-lupakan." Untuk pertama kali, sang Uchiha tergagap.
"Kau—"
"—lupakan, Sa—"
BUAK!
Sebuah guling mendarat di wajah tampan Uchiha Sasuke dengan cepat dan telak. Telak. Sangat, sangat, telak hingga membuat Sasuke berwajah kaget bukan main dan membeku karena bingung akan apa yang terjadi.
"KAU—" Sakura menunjuk wajah Sasuke yang masih belum mencerna apa yang terjadi. "—bagaimana bisa kau membocorkan rencanamu melamarku yang seharusnya adalah KEJUTAN, Sasuke-kun!" pekik Sakura dengan garang.
Pada detik berikutnya, Sakura melempar guling yang sebelumnya ia gunakan sebagai senjata ke tempat tidur dengan sembarang, lalu berlari keluar kamar dengan cepat.
Suara langkah kaki Sakura perlahan-lahan mengecil, menandakan ia menjauh.
Sasuke pun bangun dari pembaringannya di lantai, kini ia duduk, masih dengan ekspresi bingung akan apa yang terjadi. Mungkin pukulan telak di wajahnya membuatnya sedikit 'korslet'?
Suara langkah kaki Sakura kembali terdengar, masih cepat, semakin terdengar jelas, menandakan ia mendekat.
Sasuke menoleh ke arah pintu, berusaha mempersiapkan mental jika sesuatu yang aneh kembali terjadi.
"KAU—" Lagi, Sakura menunjuk Sasuke dengan ekspresi sangar. "—awas kalau kau membatalkan rencanamu melamarku nanti malam!" ancamnya singkat lalu kembali berlari keluar rumah sang kekasih.
Krik.
Krik krik.
Sasuke diam dalam keheningan, memutar otaknya yang jenius untuk memroses hal yang unik (jika tidak mau dibilang aneh).
Tiga detik berlalu; seekor burung berkicau; Sasuke masih diam.
Detik berikutnya, Sasuke pun bergerak, meraih stick PS, menekan tombol start, lalu melanjutkan permainan bola dalam keheningan.
Catatan: Uchiha Sasuke kalah 13-2 pada permainan bola kala itu.
Catatan akan catatan: Sasuke berpikir mungkin seorang Haruno Sakura hanyalah ilusi belaka.
.
.:*:.
.
Haruno Sakura dengan gaun indah membalut tubuhnya berjalan dengan anggunnya ke pintu masuk rumah sang Uchiha Sasuke. Sepatu hak tinggi yang ia pakai menambah kesan kelas atas pada dirinya yang kini berjalan dengan perlahan.
Tangannya tergapai mencoba membuka gagang pintu: gagal. Pintu terkunci. Namun tak masalah, ia punya kunci cadangan.
Tangannya kini merogoh tas pesta kecil di tangannya: tak ada. Kuncinya tak ada di sana, ia baru ingat kuncinya ada di dompetnya, sedangkan sang dompet terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam tas pesta, karena itu ia tinggalkan di rumahnya.
Namun tak masalah, ia bisa menekan bel rumah untuk dibukakan pintunya oleh sang empunya rumah.
Ting ting.
Bel rumah berbunyi, menyebabkan sebuah derap langkah terdengar mendekat untuk membukakan pintu.
Ceklek.
Di sanalah terlihat, seorang pria tampan dengan celana training biru tua dan jaket hitam di atas kaus putih oblo—tunggu. Apakah ada kesalahan di sini?
"Sasuke-kun..." Sakura memandang Sasuke dengan sebelah alis terangkat, begitupun sebaliknya.
"Kau mau ke mana, Sa—"
"—tidak kah kau seharusnya ganti baju?" Sakura memotong ucapan Sasuke yang menatapnya heran.
"...untuk?" tanya Sasuke ragu.
"...melamarku?" jawab Sakura dengan pertanyaan.
Hening.
Krik.
"Oh..." respon Sasuke singkat.
Krik.
Sasuke merogoh kantung jaket hitam yang kini ia kenakan, mengambil sebuah cincin bermatakan berlian, meraih tangan kanan Sakura, menyisipkannya di jari manis sang kekasih sembari berkata, "Februari tahun depan kita menikah."
Dan di sanalah Uchiha Sasuke melamar Haruno Sakura.
Tanpa pertanyaan 'will you marry me?' (bahkan dengan sebuah perintah).
Di ambang pintu rumah (bukan di sebuah restoran mewah).
Dengan kaus putih oblong (di mana seharusnya setelan tux yang dipakai).
Melalui sebuah cincin telanjang (tanpa kotak merah marun berbentuk hati).
Berdiri dengan tegaknya sang pelamar (yang mana seharusnya ia berlutut layaknya bangsawan dimabuk cinta).
Di ambang pintu kediaman Uchiha Sasuke, Haruno Sakura menangis; Uchiha Sasuke menyeringai.
.
Grauk!
Dan sebuah gigitan mendarat di pundak sang Uchiha, lagi.
.
Catatan: Sasuke menyeringai karena menurutnya Sakura menangis bahagia.
Catatan dalam catatan: Sakura menangis karena berpikir mungkin ia jatuh cinta pada pria yang salah.
Catatan lainnya: Haruno Sakura berpikir mungkin seorang Uchiha Sasuke adalah sebangsa alien
.:*:.
[Masalah]
"Jadi, kalian mau pilih warna apa?" tanya seorang pemuda bernama Sai seorang Event Organizer.
"Merah jambu," / "Hitam," ujar Haruno Sakura dan Uchiha Sasuke bersamaan.
Pada detik selanjutnya, Haruno Sakura dan Uchiha Sasuke saling bertatapan tajam.
.
[Penyelesaian]
"Sasuke-kun!" pekik Sakura dengan cukup keras. "Bagaimana bisa kau mengacaukan rencanaku dan bagaimana mungkin sebuah acara pernikahan bertemakan warna hitam! Kau pikir ini acara apa? Acara merayakan meninggalnya seseorang, hah?" Sakura menolakkan kedua tangannya di pinggang dan menatap Sasuke yang kini sedang memakan tomat di dapur dengan tatapan tajam.
"Setidaknya hitam lebih bagus daripada merah jambu," jawab Sasuke seraya menyantap irisan tomatnya yang selanjutnya. "Memangnya ini acara ulang tahunmu yang ke tujuh belas?" sindir Sasuke dengan tatapan datar.
"Tapi teman kuliahku dulu juga pernikahannya bertema warna merah jambu!"
"Bohong."
"SERIUS!"
"Cih, kalau begitu pasti prianya banci."
"Oh ya? Pasangannya binaragawan, Sasuke-san."
"Binaragawan itu banyak yang gay."
"Dia bukan gay! Buktinya dia menikah dengan temanku!"
"Kalau begitu temanmu waria," jawab Sasuke dengan santai.
"Temanku seratus persen wa-ni-ta!"
"Kau telah dibohongi." Sasuke mengambil irisan tomatnya selanjutnya.
"Aku tidak dibohongi! Aku pernah mandi dengannya dan aku lihat jelas dia wanita!"
Sasuke tertegun.
"...apa?" Kini Sasuke melupakan tomatnya sejenak dan menatap Sakura lekat-lekat. "...kau pernah mandi dengan waria?"
"Dia bukan waria!" Sakura mulai emosi. "Kenapa? Kau iri?"
Sasuke mulai menata pikirannya. "Tidak," jawabnya yakin, "saat kita menikah nanti, aku bisa mandi sebanyak yang kumau denganmu." Sasuke melanjutkan memakan irisan tomat selanjutnya. Berusaha terlihat keren padahal hatinya iri setengah mati.
Tuing!
Silangan urat mampir di kening sang Haruno.
Dengan cepat Sakura mengambil piring berisi irisan-irisan tomat Sasuke dan membuangnya di tempat sampah dapur.
"Akan aku buang semua tomat di kulkas kalau kau tidak menelepon Sai dan mengubah warna dekorasi dari hitam menjadi merah jambu," ucap Sakura cepat dan tegas, tanpa menyisakan celah untuk sebuah interupsi.
Sasuke terlihat sedikit kesal sejenak, lalu kembali dapat menata emosinya. "Aku bisa membeli lagi nanti."
"Oh ya?" Sakura menyeringai sembari mengangkat alis menantang. Pada detik berikutnya, Sakura merogoh tas yang kini tersampir di bahunya, mengeluarkan sebuah dompet hitam. "Kau pikir di mana dompet berisi uang dan kartu ATM-mu, Sasuke-kun?"
"Kau cukup pintar, Sakura." Sasuke menyeringai. "Namun, sayang sekali, aku masih bisa meminjam uang Naruto, Itachi, bahkan Neji," ujarnya santai setengah mengejek.
Cih.
Sudah cukup, cukup sudah.
Sakura berjalan ke meja makan tempat Sasuke berada,—BRAK!—menggebrak meja tersebut keras, dan menatap Sasuke tajam.
"Ubah warna dekorasi pernikahan SEKARANG JUGA atau kau tak akan dapat jatah malam pertama untuk empat bulan pernikahan!" ancam Sakura. Sasuke membuka mulut untuk mengatakan 'tidak masalah', tetapi sepertinya, sebelum Sasuke merespon 'harga awal', Sakura dengan cepat sudah lebih dulu menyelak dengan menaikkan 'harga penawaran', "—ralat. Satu tahun!" yang akhirnya berhasil membuat Sasuke Uchiha diam dan bertekuk lutut menyerah.
Dengan terpaksa ia menelepon Sai untuk mengubah dekorasi warna hitam pernikahannya menjadi merah jambu.
Ups, tak lupa kini Uchiha Sasuke berkeringat dingin kepalan tangannya karena memikirkan kalau-kalau ia dipaksa memakai setelan tux berwarna merah jambu di pernikahannya kelak.
Tentu saja kini sang Uchiha setengah mati berusaha tidak memikirkan bahwa kini harga dirinya yang ia pikir seharga sepuluh matahari dan dua puluh purnama ternyata hanya senilai sebuah malam pertama.
Cih—decih Sasuke dalam hati.
Pemenang: Haruno Sakura
.
.:*:.
.
Uchiha Sasuke baru saja menyikat giginya saat mendengar pintu kamarnya terbuka. Sasuke pun keluar dari kamar mandi di dalam kamarnya, lalu menemukan sang kekasih tengah tiduran membelakanginya di tempat tidur miliknya seraya menggunakan selimut.
Tanpa ragu, Sasuke menyelinapkan diri ke dalam selimut yang sama, lalu memeluk sang kekasih dari belakang.
"Kau belum pulang, hm?" tanya Sasuke seraya mengecup bahu Sakura.
"Kau mengusirku?" responnya dengan nada datar.
"Menurutmu?"
"Tidak."
"Pintar." Sasuke melanjutkan kegiatannya, kini menaikkan kecupannya ke leher jenjang Sakura. Sakura tidak merespon, maka dari itu Sasuke tahu pasti ada yang salah.
Sasuke pun memosisikan diri kembali. Tangan kiri masih melingkar di pinggang Sakura sedangkan tangan kanan ia gunakan untuk menopang kepalanya agar lebih tinggi.
"Ada apa?" tanya Sasuke saat merasa telah nyaman dengan posisinya.
"Hh..." Sakura memutar tubuhnya, kini menghadap Sasuke seutuhnya. "Aku takut..."
"...takut? Takut akan?"
"Kau." Sakura menatap Sasuke tepat di mata.
"Eh?"
"Apakah nanti setelah menikah kau akan memukulku?" Air mata Sakura terlihat menggenang di pelupuk matanya.
"Apa?"
"Apakah nanti setelah menikah kau akan memukulku dan menyakiti fisikku? Misalnya jitak, tampar, dan semacamnya?"
"Sakura—"
"—aku takut..."
Sasuke tertawa kecil.
"Kenapa kau malah tertawa!" Sakura yang kesal mencubit pinggang Sasuke keras.
"Aw!" Sasuke berhenti tertawa seketika.
"Kau menyebalkan! Aku sedang bicara serius kau malah tertawa!" Sakura kini duduk menghadap Sasuke seraya menolakkan kedua tangannya di pinggang.
"Maaf, maaf. Alasanmu takut sangat menggelikan, Sakura." Sasuke berusaha menahan tawa sembari mengusap bagian yang baru saja dicubit keras oleh Sakura.
"Maksudmu?"
"Coba kau ingat-ingat, siapa yang selama ini selalu main kekerasan? Cubit, gigit, tampar, jambak, timpuk bantal, bahkan pernah menimpuk laptop tepat di wajahku."
"...err, aku?"
"Pernah aku membalas?"
Sakura terpaku menatap Sasuke. "...tidak," gumamnya. Beberapa detik kemudian, Sakura tersenyum pada calon suaminya. "Kau bahkan memelukku setelah kutimpuk wajahmu dengan laptop, berusaha menenangkan emosiku padahal saat itu hidungmu mimisan karena terkena timpuk dengan telak."
Sasuke menyeringai saat Sakura kembali ke posisi tidur dan memeluknya erat.
"—tunggu!" Sakura melepaskan pelukan dengan segera dan Sasuke merasakan sesuatu yang aneh pasti akan keluar lagi dari mulut sang calon istri.
"Seorang Sasuke tidak akan bersikap semanis ini! Kau pasti alien!"
Krik.
Sasuke memutar bola mata bosan, "Astaga, Sakura, jangan kumat lagi."
Sakura segera bangun dari posisi tidurnya dan duduk di perut Sasuke (err... Alien) untuk menindihnya. Dengan cepat Sakura mencubit kedua pipi Sasuke agar dapat menatap dengan jelas.
"Wahai, Alien-sama—"
Sasuke memutar mata, memimpikan hari saat Sakura akan bersikap dewasa.
"—aku mencintaimu," bisiknya cepat.
Mata Sasuke membulat kaget mendengar ucapan Sakura, lalu menyadari kini bibirnya telah dilumat habis oleh sang calon istri, hanya untuk sementara.
Karena selanjutnya, permainan dipimpin oleh sang Uchiha, seperti biasa.
Ah, bahkan sempat-sempatnya ia menyeringai kala sedang berpagutan.
Dasar Uchiha!—batin Sakura tepat sebelum benaknya serasa melayang ke angkasa.
.
.:*:.
.
.
"You may kiss your bride," ucap sang pastur dengan wibawanya yang begitu kental.
Tak memakan waktu lama, Uchiha Sasuke pun segera mencium bibir sang kekasih yang kini telah resmi menjadi istrinya. Ciuman tersebut berawal cukup mulus, dengan begitu lembut Sasuke menyapu bibir ranum Sakura. Selanjutnya pun masih lem—
Tunggu.
He-hey, tunggu dulu! Kenapa itu menggunakan lidah? A-astaga! O-oke, mungkin ini hanya akan berlangsung sementara. I-iya kan?
Sang pastur menelan ludah, satu menit telah berlalu, ciuman tersebut masih berlangsung, mempelai wanita sudah mencoba untuk melepaskan diri sedari tadi.
"Waa, Papa, aku juga mau ciuman seperti itu." Seorang gadis manis menarik-narik setelan jas sang ayah.
Dengan segera, sang ayah pun menutup mata anaknya seraya berteriak "SEMUA, LINDUNGI MATA ANAK KALIAN!"
Semua tamu di sana, langsung mengalihkan pandangan anaknya (tentu saja anaknya mengeluh karena suguhan menarik tersebut ternyata tak dapat lagi mereka tonton).
Pria yang sebelum ini berteriak kini berancang-ancang untuk berteriak kembali, "Hentikan, Teme!"
Akhirnya, setelah beberapa detik berikutnya terlewatkan, Sasuke pun melepaskan pertempuran tersebut.
Napas Sakura terengah-engah, Sasuke masih berdiri dengan tegak dan menyeringai menatap istrinya. "Selamat datang, Nyonya Uchiha."
.
Catatan mental: Sakura yakin setengah mati pernikahan (atau setidaknya ciuman) mereka tadi tidak akan dilupakan oleh para tamu.
.
...rasanya Sakura ingin mati di tempat saja.
.

Saat Haruno Sakura dan Uchiha Sasuke menikah atas nama cinta, hasilnya?—
.
.
kacau.
the end

Tidak ada komentar:

Posting Komentar