pendahuluan

Assalamualaikum. Wr. Wb
Seperti namanya blog ini akan menampilkan beberapa fanfic Naruto terbaik *menurut saya* secara copas oleh karena itu anda tidak perlu kaget bahwa isi blog ini pernah anda lihat ditempat lain. Sekian dari saya Terimakasih.
enjoy my blog :D

Jumat, 14 Desember 2012

Kesempatan kedua chapter 12

A/N: Fic ini dibuat oleh Rifuki-sama dengan pairing naruhina semoga kalian suka ;D 

Kesempatan Kedua
Naruto © Masashi Kishimoto
Genre: Romance/Fantasy
Rate: T
Summary: Apa yang akan kau lakukan jika Tuhan memberimu kesempatan kedua dan mengembalikanmu ke masa lalu?
Warning: AR, AT: Time travel. OOC, mungkin. Bahasanya kadang baku kadang nggak.

Cerita Sebelumnya:
Dua bulan telah berlalu dan hubungan Naruto dengan Hinata semakin membaik. Naruto juga sudah kembali bekerja di Toko Bunga Yamanaka. Jadi sekarang ia bisa mendapatkan uang tambahan selain uang dari misi. Kebiasaan Hinata yang memasak di rumahnya juga turut membantu menghemat pengeluaran bulanannya. Ia jadi bisa menabung lebih banyak dari sebelumnya. Dengan begini ia bisa memberikan sesuatu yang spesial di ulang tahun Hinata bulan Desember nanti.
"Naruto!" Naruto menoleh dan melihat Sakura membuka pintu apartemennya secara paksa. Di belakang Sakura, Naruto bisa melihat para penduduk yang panik dan berlari. "Tsunade-shishou memanggil Team 7, ayo kita kesana."
'Oh, rupanya sudah saatnya misi 'itu' ya,' batin Naruto. Ia semakin bersemangat. Misi 'itu' merupakan salah satu misi yang bayarannya besar. Sebentar lagi ia akan bisa mempersiapkan hadiah untuk Hinata.
"Ayo kita pergi."
"Misi kalian kali ini adalah..."
Tsunade memandang orang-orang di hadapannya yang ia sebut 'Team 7'. Padahal sebenarnya terdiri dari Neji, Lee, Naruto dan Sakura.
"Mengawal seorang pendeta wanita dari Negara Iblis untuk menyegel jiwa Mouryou..."
.
.
.
Chapter 12
- Kesalahan Terbesar -
Normal POV
"Tenang saja Hinata-chan, ini misi mudah," kata Naruto menenangkan Hinata.
"Mudah apanya?" Hinata kemudian duduk di samping Naruto, memperhatikan pacarnya memasukkan barang-barang ke tas. "Misimu ini mempertaruhkan keselamatan dunia."
Naruto tidak merespon, ia melanjutkan kegiatannya mempersiapkan perbekalan untuk misi ke Negara Iblis. Dan dari tadi Hinata terus saja mengkhawatirkannya. Mulai dari mengingatkannya untuk tetap waspada, sampai hal sepele seperti mengingatkan Naruto untuk tidak lupa makan.
"Iya aku tahu. Tapi kamu tidak usah khawatir begini." Naruto tersenyum simpul, paling tidak ia tahu Hinata mempedulikan dirinya. Diacaknya pelan rambut indigo Hinata. "Aku yakin aku bisa menyelesaikannya."
Naruto berkata serius. Ia masih ingat misinya ke Negara Iblis. Memang tidak mudah, tapi jika dengan sikap kekanakannya saja dulu dia bisa berhasil, ia pikir dengan pengalaman yang semakin bertambah, misi ini seharusnya akan kembali sukses. Naruto juga akan mengurangi sikap konyolnya dan berusaha semampunya untuk kembali menyelesaikan misi ini.
Hinata tidak membalas perkataannya lagi setelah itu. Setelah semuanya siap, Naruto menuju pintu keluar apartemen.
"Seperti biasa kamu bisa ke apartemen ini kapanpun kamu mau. Bahkan kamu bisa tidur di kamarku seperti dulu. Haha."
"Naruto-kun!" Mendengar kata-kata Naruto, pipi Hinata langsung memanas. Hinata mencubit tangan Naruto. Kenapa juga Naruto terus saja mengingatkannya pada kejadian memalukan itu?
"Ahaha, sudah ya aku berangkat. Neji dan yang lain pasti sudah menunggu."
Sebelum pergi, Naruto mengelus pipi Hinata. Kemudian menatap wajah khawatir sang gadis.
"Sudah jangan khawatir terus." Naruto mengecup lembut kening Hinata yang tertutup poni. Mencoba menangkan pacarnya. "Aku pergi ya."
"Hn. Hati-hati," kata Hinata berusaha tersenyum.
Naruto melambaikan tangannya. Meninggalkan Hinata tanpa tahu seberapa khawatirnya Hinata. Hinata sendiri juga bingung kenapa kali ini ia begitu berat untuk melepas kepergian Naruto. Insting perempuan kah?
Team 7 sampai di Negara Iblis tepat waktu. Saat itu ada 4 orang musuh yang menyerang desa. Dengan kerja sama mereka, musuh bisa didesak mundur. Untuk sementar keadaan aman dan pendeta bisa diselamatkan.
Setelah itu, mereka dipersilahkan menemui sang pendeta.
"Sekarang kalian berhadapan dengan pendeta tertinggi Negara Iblis, Shion-sama," ujar Taruho. Pria berkaca mata yang merupakan salah satu pengawal pendeta Negara Iblis.
Neji, Lee, Sakura dan Naruto menatap gadis muda di depan mereka. Mereka tidak menyangka pendeta Negara Iblis ternyata hanya seorang remaja. Dan lagi matanya yang berwarna lavender dan gaya rambutnya mengingatkan mereka kepada Hinata. Hanya saja rambut Shion berwarna pirang pucat seperti milik Ino. Oh, pengecualian untuk Naruto, ia tidak kaget karena sudah pernah bertemu dengan Shion sebelumnya.
Team 7 memperkenalkan diri.
"Saya kapten dari Team 7 Konoha, Hyuuga Neji."
"Saya Rock Lee."
"Saya Haruno Sakura."
"Saya Uzumaki Naruto."
"Kami akan mengawal Anda ke tempat penyegelan Mouryou, Shion-sama," kata Neji menjelaskan misi mereka.
"Ada beberapa yang meninggal dalam penyerangan kemarin malam," ujar Taruho. "Susuki salah satunya, seperti yang sudah Shion-sama prediksi."
"Tentu saja," kata Shion angkuh. "Tapi seperti yang kalian lihat, aku tidak terluka. Aku yakin itulah keinginan mereka."
Mendengar kata-kata itu untuk kedua kalinya membuat Naruto kembali kesal. Ia meremas celananya, menahan keinginan untuk melompat dan menarik kerah Shion seperti dulu.
'Menyepelekan nyawa orang yang rela berkorban untukmu. Itu keterlaluan!' pikir Naruto. Ia jadi mengingat Hinata yang pernah mengorbankan nyawa untuk dirinya. Nyawa orang itu sangat berharga. Dan sekarang Shion bisa dengan mudahnya menyepelekan nyawa orang. Kenapa dia setega itu?
Naruto bangkit dan menunjuk muka Shion dengan marah.
"Tunggu sebentar! Mereka semua mati demi kau! Sikap macam apa itu?"
"Naruto, hentikan!" Sakura menarik Naruto untuk kembali duduk.
"Duduklah!" Neji ikut menenangkan.
Naruto akhirnya menurut, ia tak mau terbawa suasana. Dengan wajah yang masih kesal, ia membuang muka. Menatap ke luar jendela.
"Kau akan mati," kata Shion tiba-tiba. Semua orang kaget kecuali Naruto.
Naruto sudah memperkirakan Shion akan kembali mengucapkan hal ini seperti dulu. Tapi sekarang ia sudah tidak terlalu kaget. Sepertinya dia sudah mulai terbiasa diramalkan mati seperti ini.
"Aku tahu," kata Naruto tenang. "Dan aku tidak takut pada ramalanmu."
Semua orang disana kembali terkaget, termasuk Shion. Sedangkan Naruto tidak melepas pandangannya dari pemandangan di luar.
'Aku hanya perlu menjaga sikap dan menyelesaikan misiku seperti dulu. Bahkan seharusnya kali ini aku bisa menyelesaikannya dengan lebih baik,' pikirnya.

"Tolong maafkan dia," kata Taruho setelah ia mempersilahkan Naruto dan yang lain untuk beristirahat di ruangan lain.
"Kadang-kadang Shion-sama memang suka meramalkan kematian seseorang seperti itu," lanjut Taruho.
"Meramalkan?" tanya Sakura.
"Tapi jangan khawatirkan itu." Taruho menenangkan mereka semua.
"Tenang saja," ujar Naruto sambil bersandar di dinding. "Aku tidak percaya pada ramalan ataupun hal semacam itu."
"Baguslah. Tadinya kupikir kau akan takut."
Naruto tertawa dalam hati, dirinya 4 tahun yang lalu memang takut saat diramalkan seperti ini. Bahkan jadi panik dan gelisah.
"Kenapa takut?" tanya Sakura. Penasaran juga kenapa juga harus takut pada ramalan?
"Karena dari seratus ramalannya, semuanya benar," kata Taruho tenang.
"Huh?" Sakura dan yang lain jadi merinding, kemudian mereka menatap Naruto. Ingin tahu apa reaksi Naruto mendengar pernyataan Taruho.
"Aku tidak ingin mati sebelum mengejar impianku menjadi Hokage," ujar Naruto mantap.

Neji membuka pintu ke ruangan tempat timnya beristirahat.
"Ini konyol," umpat Neji.
Barusan ia melihat Taruho merekrut pasukan untuk mengawal Shion. Bukannya meremehkan, tapi kehadiran pasukan itu dalam misinya hanya akan memperlambat perjalanan. Kekuatan musuh mereka tidak sebanding dengan kekuatan pasukan itu. Ikut mengawal Shion sama saja dengan bunuh diri, dan Neji tidak mau itu terjadi, tidak mau mereka mati sia-sia.
"Sampai kapan kita akan membuang waktu disini?" tanya Lee.
"Taruho bersikeras untuk merekrut pasukan, jadi kita harus menunggu sampai persiapan mereka selesai," jawab Neji.
"Bahkan saat kita sedang terburu-buru?" tanya Sakura.
Naruto hanya duduk terdiam disana. Ia berharap Shion akan kembali berinisiatif untuk segera berangkat dan meninggalkan Taruho serta pasukannya.
Pintu kembali terbuka dan Shion memasuki ruangan.
"Shinobi, kita berangkat sekarang. Ikuti aku."
Naruto tersenyum dalam hati. Syukurlah ini sesuai dengan masa lalunya, Shion mengambil keputusan yang tepat.
Team 7 dan Shion keluar melalui jalan belakang, melewati sebuah air terjun.
"Anda yakin akan meninggalkan Taruho seperti ini?" tanya Neji. Meskipun Neji memang ingin meninggalkan Taruho dan pasukannya, tapi tidak dengan cara seperti ini.
"Aku pendeta tertinggi negara ini!" jawab Shion masih dengan nada angkuhnya. "Aku bisa meninggalkan pelayanku jika memang aku mau."

Di perjalanan, ketika mereka melintasi hutan, sebuah anak panah melesat dan mengenai batang pohon di dekat Naruto. Dengan sigap Naruto melompat ke bawah. Ia sudah tahu anak panah milik siapa itu.
Taruho muncul di hadapan mereka. Ia berjalan mendekati Shion.
"Apa arti semua ini?" bentak Shion kepada pengawalnya.
"Ini sudah tugasku untuk menjagamu setiap waktu, Shion-sama," kata Taruho datar.
"Kau hanya akan menghalangiku. Kembali ke desa!" bentak Shion lagi.
"Tidak mau."
"Kembali!"
"Tidak mau."
"Jika kubilang kembali, kau harus kembali!"
"Aku tidak akan kembali."
Terjadilah perdebatan yang tak ada henti-hentinya. Naruto memandang Taruho, benar-benar pengawal yang setia, pikirnya.
Karena Taruho keras kepala, Shion akhirnya menyerah. Ia membiarkan Taruho ikut mengawalnya. Tapi karena keputusannya itu, perjalanan ke tempat penyegelan jadi melambat. Mereka harus beberapa kali berhenti atau mengurangi kecepatan untuk menunggu Taruho mengimbangi kecepatan mereka.
Menjelang malam, Neji menyuruh timnya untuk beristirahat. Neji, Naruto, Lee dan Sakura bisa saja terus berlari, tapi Shion dan Taruho tidak. Shion dan Taruho harus mengistirahatkan badan mereka, terutama Shion. Karena Taruho bilang, menggunakan teknik penyegelan membutuhkan kekuatan yang besar.
Tapi pada akhirnya hanya Shion saja yang tidur. Sementara Taruho ikut berjaga. Hingga menjelang pagi Taruho duduk terdiam memandang langit. Naruto mendekatinya.
"Kita akan berlari nonstop lagi besok. Badanmu akan menyerah jika kau tidak makan," kata Naruto sambil memberi Taruho onigiri.
"Terima kasih banyak."
Keduanya terdiam, kemudian Taruho memulai pembicaraan.
"Aku senang kau tidak takut mati. Shion-sama hanya bisa meramalkan kematian orang yang mengabdi dan dekat dengannya."
Taruho terdiam sejenak.
"Semua objek prediksinya adalah orang yang rela mengorbankan dirinya untuk melindungi Shion-sama. Aku yakin Shion-sama akan mati jika salah satu dari mereka berhianat dan mencoba untuk bertahan hidup. Akhir-akhir ini orang-orang desa kami mulai takut mereka akan muncul di penglihatan Shion-sama. Bahkan ada orang yang akan langsung menghindarinya. Apakah penglihatan masa depannya akan jadi kenyataan atau tidak, mungkin tergantung mereka yang muncul di dalamnya."
Naruto jadi teringat masa lalunya, saat para penduduk desa menjauhinya. Itu membuatnya sedih dan kesepian. Pasti Shion juga merasakan hal yang sama.
"Dia pasti sangat kesepian," ucap Naruto pelan. "Itu pasti penyebab kenapa ia jadi egois."
"Ya. Seperti yang kau bilang," kata Taruho.
"Jadi apa kau tidak keberatan dengan semua itu? Bagaimana jika kau diramalkan mati?" tanya Naruto. Entah kenapa percakapan ini membawanya ke pertanyaan yang sama persis dengan pertanyaan yang diajukannya di masa lalu.
"Ibu Shion-sama pernah melindungi orang-orang dari clanku. Aku yakin semua orang akan dengan senang hati mengorbankan nyawanya untuk melindungi Shion-sama. Takdir kami tidak akan berubah begitupun perasaan kami yang selalu sama."
Naruto memandangnya takjub. Ia salut kepada Taruho dan clannya, yang rela mengorban nyawa demi membiarkan Shion tetap hidup.
Tak terasa matahari mulai terbit, menandakan perjalanan mereka akan kembali dimulai.
"Baiklah, ayo pergi Taruho-Niichan." Sebenarnya Naruto agak canggung memanggilnya Nii-chan. Bisa saja umur mereka sama sekarang. Tapi mengetahui betapa tulusnya Taruho, ia pikir Taruho layak dipanggil Nii-chan. Ditambah lagi dengan tubuhnya yang sekarang, ia jadi merasa seperti remaja saja.
Saat berbalik Naruto melihat Shion sedang berdiri di sana. Mendengar cerita Taruho ia jadi sedikit melupakan rasa kesalnya kepada gadis itu. Meskipun sebenarnya ia sudah tahu kalau Shion pada dasarnya memang baik.
"Ohayo Shion," sapa Naruto sambil tersenyum.
"Hmph." Shion mengacuhkan Naruto. Naruto mendengus kesal, ternyata reaksi yang didapatkannya sama persis dengan dulu.
"Taruho, perjalananmu cukup sampai disini. Pulanglah ke desa," kata Shion.
"Aku tidak bisa meninggalkanmu Shion-sama," tolak Taruho dengan halus.
"Kau hanya akan menghalangi jalan kami!" bentak Shion.
Rasa kesal Naruto kembali muncul.
"Berhentilah memintanya pulang. Apa kau mengerti seberapa besar keinginannya untuk melindungimu?" tanya Naruto berapi-api.
Shion tidak merespon. Ada kecemasan di raut wajahnya.
"Anda punya penglihatan masa depan yang baru?" Mendengar pertanyaan Taruho, raut wajah Shion sedikit berubah.
"Itu tidak akan menghalangiku. Tolong ceritakan apa yang Anda lihat."
"Ketika debaran jantungku mulai berdetak dengan cepat dan aku mendengar bunyi lonceng, aku melihat bayangan dari masa depan. Semalam aku mendengar lonceng dan melihat masa depanmu. Jika kau meneruskan perjalanan bersamaku, kau akan mati."
Taruho tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Naruto mengepalkan tangannya, ia harus berbuat sesuatu agar Taruho tidak mati.

Setelah semua siap dan perjalanan akan segera dilanjutkan, Neji memberikan perintah untuk melewati rute sungai. Taruho yang tidak bisa mengikuti rute ini memilih untuk mencari rute lain, rute melewati hutan.
Begitu Taruho pergi, Naruto mendekati Neji, sepertinya ia mendapat ide bagus.
"Kita pilih rute lewat bukit saja," kata Naruto.
Neji mengerutkan dahinya.
"Tapi dari kemampuan musuh yang kulihat beberapa hari lalu, jurus kombinasi utama mereka adalah elemen api. Berada dekat dengan air akan menguntungkan kita saat terjadi serangan," ujar Neji menjelaskan analisanya.
Naruto menggeleng.
"Kau salah. Musuh kita meminum sesuatu yang membuat mereka menguasai elemen lain dan kekuatan mereka jauh lebih kuat. Intinya mereka menguasai semua elemen, jadi rute apapun yang kita pilih, semuanya beresiko. Namun jika memilih rute sungai, itu hanya akan memperburuk keadaan," jelas Naruto panjang lebar.
"Dari mana kau tahu?" selidik Neji.
"Umm.. Saat kita sampai di Negara Iblis dan aku bertarung dengan mereka," kata Naruto berbohong. Semoga saja Neji percaya.
"Aku menggunakan byakuganku untuk melihat kalian bertarung, dan aku tidak melihat mereka meminum sesuatu."
Ugh, beradu argumen dengan si genius Neji memang ide yang buruk. Naruto kembali memutar otak untuk mencari alasan yang lebih masuk akal.
"Kau tidak melihat semuanya, bukannya waktu itu kau pergi menyelamatkan Shion? Hanya Lee dan Sakura yang membantuku. Neji, aku hargai kau sebagai kapten Team 7 saat ini, tapi aku mohon kau mempercayaiku kali ini. Aku tidak mau melewati rute itu dan mempertaruhkan nyawa kita."
Neji mengamati Naruto. Ia tidak melihat kebohongan disana. Karena memang Naruto tidak berbohong mengenai kekuatan musuh, kenyataannya musuh mereka memang bisa menguasai semua elemen dengan cara meminum suatu cairan aneh.
"Baiklah. Tapi aku mau kau ceritakan secara detail mengenai musuh kita."
"Tentu."
Setelah itu perjalanan dilanjutkan. Naruto bisa bernafas lega sekarang. Rencananya sudah mulai dijalankan.
Pertama, dengan perubahan rute yang mendadak, Taruho akan menganggap mereka melewati rute sungai. Sehingga kemungkinan besar Taruho tidak akan menemukan mereka. Dengan begitu Taruho tidak harus berkorban demi Shion.
Kedua, dengan melewati rute bukit, serangan naga air di sungai akan bisa dihindari. Mereka hanya harus menghindari musuh secepat mungkin dan tetap bersama. Karena tujuan musuh sebenarnya adalah mengalihkan perhatian dan memisahkan mereka.
Ketiga...
"APA? Yang benar saja!"
Dan itulah respon Shion mendengar rencana ketiga Naruto: Naruto harus selalu berada di dekat Shion. Atau lebih tepatnya Naruto yang akan menggendong Shion, sedangkan sebelumnya yang menggendong Shion adalah Sakura.
Sebenarnya Naruto juga merasa aneh, kenapa ia sering manggendong seorang gadis? Dulu Hinata dan Hanabi, sekarang Shion. Tapi Naruto mengabaikan pikiran itu. Rencana ini semata-mata dilakukan mengingat Naruto paling kuat di antara mereka semua, ya meskipun ia paling bodoh.
"Gomen Shion-sama, tapi ini cara yang paling aman. Mereka semua mengincar Anda, jadi sebaiknya Anda bersama Naruto. Ia paling kuat diantara kami," ujar Neji. Mau tidak mau ia harus mengakui keunggulan kekuatan Naruto.
"Tenang saja aku tidak akan macam-macam," cibir Naruto kepada Shion.
Shion tidak punya pilihan lain, kemudian ia naik ke punggung Naruto. "Ugh, baiklah."

TRANG!
Naruto menangkis shuriken yang melesat ke arahnya. Keempat musuh mereka sudah datang dan menemukan mereka.
"Kyaa! Kau bilang ini cara paling aman?" bentak Shion. Naruto mendengus, sempat-sempatnya Shion memarahinya disaat keadaan genting seperti ini.
"Naruto, kau pergi duluan. Aku, Sakura dan Lee akan menahan mereka berempat sekaligus disini," kata Neji.
"Yosh! Kalian tetaplah bersama, jangan biarkan mereka memisahkan kalian. Dan terutama jangan biarkan satupun dari mereka lolos dan mengejar kami."
"Serahkan kepada kami, cepatlah kau pergi! Konoha Senpuu!" Lee segera menyerang musuh dengan jurus andalannya.
Naruto berlari dengan cepat menjauhi area pertarungan. Kali ini Shion harus secepat mungkin sampai di tempat penyegelan jadi tidak ada yang harus mati.
"Masui Sejutsu!"
CLEPH!
Tiba-tiba seekor makhluk seperti ular berwarna ungu menggigit leher Naruto. Naruto tak sempat menghindar. Gigitan tersebut mengandung racun dan dengan cepat membuat tubuh Naruto tidak bisa bergerak. Dengan sisa tenaga yang ada, Naruto mendudukkan Shion di tanah.
"Naruto, kau... kau tidak apa-apa?" tanya Shion.
Sedetik kemudian salah satu musuh mereka yang berambut ungu muda muncul di hadapan Naruto. Dialah yang telah mengontrol makhluk seperti ular itu untuk mengigit leher Naruto.
"Ugh. Aku tak mengira kalau dia bisa lolos. Neji dan yang lain hanya bisa menangani 3 orang, jadi orang yang ke-4 bisa lolos dan mengejar kita," gumam Naruto pelan. Ia meringis menahan rasa sakit yang mulai menyebar dalam tubuhnya.
"Hooo, jadi ini pendeta wanita yang harus kubunuh," ujar si rambut ungu yang bernama Kusuna itu. Ia mendekati Shion yang sudah ketakutan.
"La-Lawanmu adalah aku! Ugh." Naruto ingin melindungi Shion tapi tubuhnya tidak bisa digerakkan. Ia hanya bisa mengumpat kesal saat Kusuna mulai mempraktekan jurusnya untuk membunuh Shion.
"Ankoku Ijutsu. Saatnya untuk memulai operasi." Kusuna mengeluarkan pisau dari bajunya, kemudian mengarahkannya kepada Shion.
'Sial! Kenapa jadi kacau begini? Apa ini akan jadi akhir dari dunia?' Naruto memejamkan matanya menahan rasa sakit yang semakin menjadi-jadi.
"Arghh..."
Suara erangan kesakitan membuat Naruto memaksakan dirinya membuka kelopak matanya. Dan pemandangan di hadapannya membuat Naruto kaget. Taruho berada di antara Shion dan Kusuna dengan pisau Kusuna menusuk perutnya.
Bagaimana bisa Taruho menemukannya padahal ia sudah memilih rute yang beda?
"Taruho-Niichan!" teriak Naruto dengan sisa kekuatannya.
"Jyuuken Hou, Hakke Rokujuuyonshou!"
Kusuna tidak bisa menghindar saat Neji datang dan menghabisinya.
"Shion-sama. Anda tidak apa-apa?" Lee juga sudah datang dan memeriksa keadaan Shion.
"Aku tidak apa-apa. Tapi Naruto..." jawab Shion sambil menatap Naruto. Neji mendekati Naruto dan melihat keadaannya.
Naruto menatap Taruho sedih saat Neji menuntunnya mendekat ke jasad Taruho. Ternyata ada orang yang setulus itu, rela berkorban demi Shion. Dan Naruto juga harus berterima kasih kepada Taruho. Setidaknya mereka masih punya harapan untuk menghentikan Mouryou.
"Apa yang terjadi?" tanya Sakura yang datang terakhir. Yang lain tidak menjawab, mereka pikir Sakura akan tahu saat melihat jasad Taruho tergeletak disana.
"Gomen Naruto-kun, kami tidak bisa menahan orang ke-4," kata Lee menunduk.
Naruto menggeleng. "Ini salahku. Kalau saja aku lebih berhati-hati agar tidak terkena racun dan bisa melindungi Shion dengan benar."
"Biar kulihat." Sakura melihat luka di leher Naruto dan melihat racun yang sudah mulai meyebar. Ia mengeluarkan suntikan berisi cairan berwarna kuning dan menyuntikkannya ke leher Naruto. Setelah itu berangsur-angsur tubuh Naruto bisa digerakkan kembali.
"Taruho orang yang bodoh. Tidak perlu berduka untuk orang bodoh yang memilih untuk mati," kata Shion dingin.
Tekad awalnya untuk menjaga sikapnya perlahan memudar pada diri Naruto. Sekarang Naruto tidak tahan lagi, ingin rasanya ia menampar Shion. Bisa-bisanya ia berkata seperti itu padahal Taruho sudah rela berkorban untuk dirinya.
"Kau... Kau pikir dia mati untuk siapa?" bentak Naruto sambil berdiri, tak menghiraukan tubuhnya yang masih agak kaku.
"Diam!" Shion tidak mau kalah. "Diam! Diam!"
Ia kemudian berlari dan Naruto mengejarnya.
"Tunggu!"
Shion masih terus berlari, tidak mempedulikan teriakan Naruto.
"Aku bilang tunggu! Taruho-Niichan mengorbankan nyawanya. Ia melakukannya untukmu! Dan bahkan kau tidak menangis untuknya? Apakah benar hatimu sedingin itu?"
Shion berhenti di bawah pohon besar. Ia menyimpan tangan di pohon untuk menumpu badannya. Kepalanya menunduk.
"Tidakkah kau merasakan sesuatu?" tanya Naruto masih dengan nada kekesalan.
"Siapa yang tidak sedih saat seseorang yang dekat dengan mereka mati?" teriak Shion, air mata mulai menetes dari mata lavendernya. Ia menangis.
"Aku tidak diizinkan untuk menangis. Jika aku melakukannya, itu adalah penghinaan kepada semua yang telah mati untukku."
Naruto mematung disana, sepertinya sekarang bukan saatnya untuk memarahi Shion.
"Penglihatan masa depan digunakan untuk melindungi pendeta wanita. Ketika ia merasakan kematiannya sudah dekat, jiwanya berpisah dengan badannya dan memperlihatkan kematian kepada dirinya yang lampau. Dan di saat kematiannya, ia melihat siapa yang sedang bersamanya saat itu. Mereka meminta tanda-tanda kematian, dan percaya bahwa mereka harus mengorbankan nyawa mereka untuk sang pendeta. Begitulah cara kerja penglihatan masa depan. Dengan mengorbankan nyawa orang lain untuk hidup. Aku harus tetap hidup untuk menyegel jiwa Mouryou."
Shion berhenti sejenak, namun Naruto tetap diam. Membiarkan Shion untuk melanjutkan kata-katanya.
"Seberapa menderitanya ini, aku harus tetap hidup dengan mengorbankan jiwa orang lain. Begitulah kami para penduduk Negara Iblis. Tak peduli seberapa tidak adilnya ini, kami harus menerimanya. Inilah takdir yang diberikan kepada pendeta tertinggi dan negaraku."
Melihat Shion yang menangis, Naruto jadi tidak tega dan mengurungkan niatnya untuk memberi Shion pelajaran. Apalagi setelah mendengar ceritanya. Ia tahu dibalik sikapnya yang dingin, sebenarnya Shion begitu kehilangan Taruho.

Setelah mengubur jasad Taruho, Team 7 melanjutkan perjalanan. Sekarang perasaan Shion sudah lebih baik. Naruto juga sudah melupakan rasa kesalnya kepada Shion.
"Kita sudah sampai. Itu pintu masuknya," kata Naruto saat mereka tiba di tempat penyegelan.
Kali ini sedikit berbeda. Karena keempat musuh mereka sudah bisa dikalahkan. Neji, Lee dan Sakura bisa menemani Naruto dan Shion sampai tempat penyegelan. Ini menguntungkan mereka, dengan begitu Naruto dan Shion bisa segera masuk ke tempat penyegelan lebih cepat.
"Apa kau pernah kesini sebelumnya?" tanya Shion.
"Tidak, aku hanya merasa itu tempatnya," ujar Naruto.
"Hmph." Shion mendengus kesal. Jawaban Naruto benar-benar tidak meyakinkan.
"Neji," panggil Naruto. "Gundukan-gundukan batu itu adalah pasukan batu."
Neji mengaktifkan byakugannya untuk memeriksa. Yang dikatakan Naruto ternyata benar.
"Woah, banyak juga," ujar Lee.
"Itu berarti Mouryou sudah disini," kata Shion.
"Baiklah kalau begitu, kau antar Shion-sama ke tempat penyegelan, kami bertiga akan menangani pasukan itu. Sakura, Lee, bersiaplah. Musuh kita banyak sekali," kata Neji.
"Serahkan saja padaku," kata Lee semangat.
"Ayo kita habisi mereka." Sakura merenggangkan otot-otot tangannya.
"Baik, kuserahkan masalah disini pada kalian." Sekilas Naruto memandang ketiga temannya dan bersiap menuju tempat penyegelan.
"Cepatlah segel kembali jiwa Mouryou jadi kau bisa melupakan omong kosong tentang takdirmu itu," kata Naruto kepada Shion.
"Takdir tidak bisa diuba... waaaahhh.." kata-kata Shion terpotong saat Naruto melompat ke bawah menuju tempat penyegelan. Ia melompati gundukan batu-batu yang mulai berubah menjadi pasukan batu.
"Aku akan membuktikan kalau kau salah," lanjut Naruto dengan percaya diri.

"Kau tidak perlu mengantarku sampai ke dalam," ujar Shion saat mereka sampai di mulut goa, yang merupakan gerbang masuk menuju tempat penyegelan. "Dengan begitu kau tidak perlu mengkhawatirkan kematianmu."
"Paling tidak sebelum Mouryou menghancurkan dunia," tambah Shion pelan.
Di luar dugaan, Naruto tidak menggubris perkataan Shion. Ia tetap berlari dan menggendong Shion memasuki gua.
"Mungkin. Tapi... Sudah kubilang aku tidak peduli ramalanmu. Aku tidak akan mati!"
"Untuk penduduk negeriku, mereka sudah biasa diramalkan mati dan tidak takut untuk mati berkorban demi menyelamatkanku," kata Shion pelan. "Tapi untuk seseorang yang bukan berasal dari Negara Iblis, kau cukup berani karena kau juga tidak takut mati. Tapi kalau kau tidak akan mati, kalau begitu aku yang akan ma..."
"Aku juga tidak akan membiarkanmu mati," potong Naruto. Membuat Shion sedikit kaget.
"Satu dari kita harus mati."
"Siapa yang bilang? Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi," jelas Naruto.
"Jangan membuatku mengulang kata-kataku. Takdir tak bisa diuba..."
"Aku akan melindungimu." Naruto kembali memotong perkataan Shion. Kali ini sambil menoleh kepada Shion.
Shion yang menyadari wajahnya dengan wajah Naruto terlalu dekat, menyembunyikan wajahnya di belakang Naruto. Wajahnya memerah.
'Ke-kenapa aku berpaling darinya?' batin Shion.
"K-kau tidak akan bisa," ulang Shion terbata-bata, menahan rasa gugup yang tiba-tiba saja muncul.
"Percayalah padaku."
Sesaat Shion terdiam, berusaha untuk mempercayai perkataan Naruto.
"Naruto? Kau janji?"
"Aku janji."
Shion mempererat pegangannya di leher Naruto.

Setelah sampai di tempat penyegelan, mereka melihat Mouryou – yang berada dalam tubuh Yomi – sudah ada disana. Shion segera memulai proses penyegelan dan Naruto melindunginya. Mouryou tidak tinggal diam, ia mengeluarkan makhluk-makhluk berwarna ungu seperti naga dan menyerang Naruto.
Naruto cukup sibuk dibuatnya. Sementara Naruto sibuk, Mouryou menembus pertahanan yang dibuat Shion dengan cara mengorbankan tubuh Yomi yang sedang ditempatinya. Akibatnya sang Yomi mati tapi jiwa Mouryou bisa menembus pertahanan Shion dan menggagalkan proses penyegelan.
Shion terduduk lesu meratapi kecerobohannya. Sekarang semuanya sudah terlambat. Proses penyegelan gagal dan Mouryou akan menguasai dunia.
Tapi kemudian ia menyadari kekuatan lonceng peninggalan ibunya. Lonceng tersebut ternyata menyimpan kekuatan yang luar biasa. Shion merasa sudah cukup banyak pendeta yang mati untuk menyegel Mouryou, termasuk ibunya. Ia harus mengakhiri semua ini, Mouryou harus benar-benar mati sekarang. Ia harus menghentikan Mouryou menggunakan lonceng itu dan membawa Mouryou mati bersamanya. Ia yakin inilah takdirnya. Dengan begitu tidak akan ada lagi pendeta yang harus mati untuk menyegel jiwa Mouryou lagi.
Tubuh Shion memancarkan cahaya lavender. Saat kondisi Naruto sama persis dengan pandangan masa depan yang pernah dilihatnya, Shion menggunakan kekuatan lonceng untuk melindungi Naruto. Seketika itu ada perisai berwarna lavender yang melindungi Naruto. Melindungi Naruto dari serangan naga yang dalam pandangan masa depan Shion akan menusuk punggung Naruto dan membunuhnya.
"Tetaplah hidup Naruto, kau dengar aku?" tanya Shion sambil meneteskan air mata. "Mulai sekarang kau dan teman-temanmu harus melindungi dunia."
"Ini adalah takdirku."
Shion kemudian mengingat bayangan-bayangan Naruto, juga kata-katanya.
"Shion... Aku akan melindungimu... Aku janji."
Shion mulai meneteskan air matanya.
"K-kau bohong Naruto," ucap Shion pelan. Ia menghapus airmatanya kemudian kembali melanjutkan ritualnya untuk membunuh Mouryou.
"Kita akan mati bersama Mouryou!"
Namun saat itu Shion mendengar bunyi lonceng, ia membuka matanya. Shion melihat Naruto berada di hadapannya. Menariknya sebelum tubuhnya bersatu sepenuhnya dengan Mouryou.
"Kau pendeta bodoh!" teriak Naruto.
"Buka matamu dan bernafaslah! Kau bisa melihatku? Kau bisa mendengarku? Apa kata hatimu? Kau ingin mati seperti ini? Kau ingin musnah bersama Mouryou?" teriak Naruto panjang lebar.
"Aku..." Shion terlihat ragu.
"Aku tidak bisa mendengarmu! Shion! Katakan! Katakan dengan kata-katamu sendiri!"
"Aku... Aku tidak ingin mati!" teriak Shion dan memeluk Naruto.
"Baiklah kalau begitu." Naruto tersenyum lebar. Tangannya membentuk rasengan dengan lonceng Shion sebagai intinya.
"Aku dan teman-temanku tidak akan kalah! Kau tidak perlu menerima takdir yang tidak kau inginkan."
Rasengan di tangan Naruto sudah sebesar kepalan tangan.
"Lebih besar lagi, lebih besar lagi. Alirkan semua perasaanmu!" teriak Naruto. Shion kembali mengalirkan kekuatannya. Rasengan berwarna lavender itu pun semakin membesar hingga melebihi besar tubuh mereka.
"Terima ini! Ultra-Chakra Rasengan milikku dan Shion! RASENGAN!"
Naruto dan Shion melompat ke bawah dan menyerang inti jiwa Mouryou dengan rasengan mereka.
"Aku pernah berjanji 'kan? Bahwa aku akan mengubah takdirmu," kata Naruto saat rasengan mereka baradu dengan inti jiwa Mouryou.
Shion tersenyum dan memeluk Naruto.
Bersamaan dengan itu Mouryou hancur. Membuat lava di dasar gua meluap. Akhirnya luapan lava membuat gunung api di atasnya meletus sesaat setelah Naruto dan Shion keluar dari gua.

"Turunkan aku." kata Shion saat Naruto dan dirinya tiba di tempat yang cukup jauh dan aman dari jangkauan letusan gunung api. Naruto menurunkan Shion. Kakashi, Gai, Neji, Lee, Sakura, tak lupa Shikamaru dan Temari yang datang membantu di saat-saat terakhir juga sudah berada di sana.
"Kurasa ini akhir karirmu sebagai seorang pendeta," kata Naruto sambil tersenyum.
"Tidak, harus ada lagi. Aku menyadarinya ketika aku berada dalam Mouryou. Ia hidup di tiap hati orang jahat. Jika Mouryou kedua atau ketiga muncul, seseorang harus siap menghentikannya. Dan mereka harus berhati-hati terhadap seorang genin." Shion memberi penekanan pada kata 'genin' dan Naruto tertawa. Shion kembali memandang pegunungan di depannya yang mulai terlihat jelas saat asap dari gunung api mulai menghilang.
"Aku tidak akan menyalahkan nasib atau takdir lagi. Jadi seorang pendeta adalah kewajibanku," lanjut Shion. "Bagaimana menurutmu Naruto?"
Naruto tersenyum menanggapi Shion. Shion melanjutkan kata-katanya lagi.
"Dan kekuatanku harus diturunkan kepada pendeta selanjutnya. Apa kau mau membantuku Naruto?" tanya Shion sambil menoleh ke arah Naruto. Senyuman masih terkembang di wajahnya.
Semua orang disana kaget. Terutama Neji, hanya saja ia pintar menyembunyikan kekagetannya.
Menurunkan kekuatan kepada pendeta selanjutnya berarti menurunkan kekuatan kepada generasi selanjutnya, dengan kata lain kepada putrinya. Karena sekarang Shion belum menikah dan belum punya anak, itu sama saja dengan meminta Naruto untuk menjadi ayah dari anak-anaknya!
Neji harap-harap cemas menunggu jawaban Naruto.
'Berikan jawaban yang tepat Naruto!' batin Neji.
"Tentu," Naruto nyengir dan mengangkat jempolnya. "Aku akan melakukan apa pun untuk membantumu."
Semua yang disana semakin kaget. Sedangkan kedua tangan Neji mengepal kuat mendengar jawaban Naruto.
'Naruto, kau memang bodoh!', pikir Neji. Mau dikemanakan sepupunya Hinata?
"Be-benarkah?" tanya Shion tidak percaya.
"Ya," jawab Naruto mantap.
"Aku pegang kata-katamu," kata Shion sambil mengalihkan pandangannya ke pegunungan di hadapannya, menyembunyikan pipinya yang merona merah.

PRANG!
Hinata kaget saat melihat fotonya dengan Naruto jatuh. Kacanya pecah dan berserakan di lantai. Ia tidak hati-hati saat membersihkan debu di mejanya dengan kemoceng. Itu fotonya bersama Naruto saat berada di Hanabi Matsuri 2 bulan lalu.
Hinata berjongkok untuk memungut pecahan-pecahan kaca yang berserakan itu.
"Nee-san? Apa yang terjadi?" tanya Hanabi yang langsung memasuki kamar Nee-sannya saat mendengar bunyi kaca pecah dari sana.
"Fotoku jatuh dan pecah, aww.." Tiba-tiba salah satu potongan kaca melukai jari telunjuk Hinata.
"Nee-san? Nee-san terluka, sini biar aku obati dulu," Hanabi mengambil kotak obat yang tidak jauh dari sana. Ia mendudukkan Nee-sannya di tepi tempat tidur. Setelah selesai membalut luka Hinata, Hanabi berjongkok dan memunguti pecahan kaca yang masih berserakan.
"Nee-san duduk saja. Biar aku yang membereskan ini," kata Hanabi. Hinata mengigit bibir bawahnya, ia jadi merasa tidak enak kepada Hanabi.
Setelah selesai membereskan kaca yang pecah, Hanabi menyerahkan foto Nee-sannya dan Naruto yang sudah dibersihkan dari pecahan kaca.
"Arigato Hanabi-chan." Hinata mengambil fotonya dan memandangnya sedih. Hanabi meyadari itu.
"Nee-san tidak apa-apa?" tanya Hanabi.
"Um.. Entahlah, perasaanku tidak enak."
To Be Continue...
-Rifuki-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar