pendahuluan

Assalamualaikum. Wr. Wb
Seperti namanya blog ini akan menampilkan beberapa fanfic Naruto terbaik *menurut saya* secara copas oleh karena itu anda tidak perlu kaget bahwa isi blog ini pernah anda lihat ditempat lain. Sekian dari saya Terimakasih.
enjoy my blog :D

Jumat, 14 Desember 2012

Kesempatan kedua chapter 5

A/N: Fic ini dibuat oleh Rifuki-sama dengan pairing naruhina semoga kalian suka ;D
Kesempatan Kedua
Naruto © Masashi Kishimoto
Genre: Romance/Fantasy
Rate: T
Summary: Apa yang akan kau lakukan jika Tuhan memberimu kesempatan kedua dan mengembalikanmu ke masa lalu?
Warning: AR: seiring berjalannya cerita, mungkin akan ada beberapa kejadian yang berbeda dari yang pernah dialami Naruto sebelumnya (beda dari Anime/Manga), meskipun kebanyakan akan sama. Jadi disini Naruto tidak persis mengulang masa lalunya, tapi lebih ke 'membuat alur kehidupan baru'. AT: Time travel. Sedikit OOC, typo, bahasanya kadang baku kadang nggak.

Cerita Sebelumnya:
"Kau dari tadi berterima kasih terus. Kalau begitu aku juga mau berterima kasih sekali lagi. Ehem, arigato Naruto," kata Ino.
"Kalau yang barusan ucapan terima kasih untuk apa?" tanya Naruto bingung.
"Karena aku jadi tahu kalau ternyata 4 tahun lagi aku tambah cantik. Hehe."
"Ah dasar kau ini, hahaha."
"Hahaha."
"Naruto."
"Ya?"
"Apa sekarang kita... jadi teman?" tanya Ino ragu.
"Ya, tentu saja. Kita teman," jawab Naruto, memamerkan cengiran yang jadi ciri khasnya, menandai dimulainya pertemanan di antara mereka berdua.
.
.
.
Chapter 5
-Jadi Diri Sendiri-
Normal POV
Tidak terasa 4 bulan telah berlalu sejak Naruto kembali ke masa lalu. Selama 2 bulan terakhir hubungan Naruto dan Hinata juga semakin dekat atas bantuan Ino. Hinata sudah bisa menahan rasa gugupnya didekat Naruto, sekarang ia sudah jarang terdengar terbata-bata lagi di depan Naruto, kecuali sedang malu. Tapi ada yang membuat Naruto bingung beberapa hari ini. Dia ingin memberikan hadiah kepada Hinata di hari kelulusan akademi yang tinggal 2 minggu lagi. Tapi dia bingung apa yang harus dia berikan. Naruto tidak ada pilihan lain selain meminta saran kepada Ino apa sebaiknya hadiah yang akan ia berikan untuk Hinata.
"Arghhh... Aku bingung Ino. Apa sebaiknya yang harus kuberikan? Apa tidak usah saja ya? Aku takut dia tidak suka," tanya Naruto mengacak-ngacak rambut pirangnya.
"Jangan baka! Hinata pernah memberimu syal 'kan? Sekarang giliranmu memberinya sesuatu. Begini saja, aku beri sedikit saran tapi ini menurut pendapatku. Kalau untuk hadiah, menurutku Hinata tidak akan mempermasalahkan apa yang kau beri. Yang penting kau tulus dan ikhlas memberinya. Bahkan jika hadiah yang kau beri itu sederhana atau murah sekalipun, Hinata pasti akan senang. Satu hal lagi, saat kau memberinya hadiah, awali dengan pujian. Pada dasarnya perempuan suka dirayu atau dipuji. "
"Oh begitu. Yang murah dan sederhana ya..." Naruto terlihat berpikir keras, "Bagaimana kalau aksesoris seperti gelang atau jepit rambut?"
"Nah itu juga bisa."
Setelah mengucapkan terima kasih, Naruto bergegas menuju toko aksesoris untuk mencari hadiah yang pas untuk Hinata. Tapi 15 menit kemudian dia kembali menemui Ino dengan muka murung. Ino bingung dan bertanya kenapa, kemudian Naruto menceritakan semuanya.
Flashback
Setelah mendapat saran dari Ino, Naruto menuju toko aksesoris terdekat. Saat ia akan masuk ke toko tersebut, ia menghentikan langkahnya karena rupanya di toko itu ada Hinata. Bisa gawat kalau Hinata tahu Naruto membeli hadiah untuknya disana. Naruto memperhatikan Hinata dari jauh. Samar-samar Naruto melihat Hinata mencoba sebuah jepit rambut tapi dia tidak jadi membelinya entah kenapa.
"Itu cocok untukmu nona manis," seru penjaga toko.
"Nee-chan ayo pulang," kata adik Hinata, Hanabi.
"Iya Hanabi-chan," balas Hinata.
"Apa Anda mau membelinya?" tanya penjaga toko itu kepada Hinata.
"Um, tidak, aku hanya mencoba saja," kata Hinata kemudian meninggalkan toko.
"Oh, baiklah, terima kasih sudah berkunjung."
Karena penasaran, Naruto masuk ke toko aksesoris tersebut. Tentunya setelah memastikan Hinata sudah jauh dan tidak akan melihatnya. Pandangan aneh dan tawa anak perempuan di toko itu tidak dipedulikannya. Bagaimana tidak, anak pembuat onar seperti dirinya masuk ke toko aksesoris perempuan. Kalau bukan untuk mencari hadiah untuk Hinata, Naruto tidak akan rela masuk ke tempat serba pink itu. Pokoknya jangan sampai teman-teman sekelasnya tahu Naruto ada disana, bisa hancur reputasinya.
"Jepit rambut yang dicoba oleh gadis tadi yang mana ya?" tanya Naruto kepada penjaga toko.
"Yang ini," kata penjaga toko, memberikan sepasang jepit rambut berwarna lavender yang terlihat mewah. Kemasannya saja memakai kotak kaca. Berbeda dengan jepit rambut lain yang hanya digantung atau dipajang saja. Setelah Naruto melihat harganya, angka yang tertera disana membuat kakinya lemas. 5000 ryo! Padahal jepit rambut biasa harganya 200-300 saja.
"Untuk gadis tadi ya?" goda si penjaga toko. Naruto diam tidak menjawab, tapi pipinya memerah. Sial! Naruto benar-benar merasa sedang berada di tempat yang salah sekarang. Berada diantara anak-anak perempuan dan remaja perempuan yang centil, juga digoda oleh penjaga toko yang cantik.
"Baiklah, akan kuberi diskon, hehe," kata penjaga toko itu, menganggap diam Naruto sebagai jawaban 'ya'.
"Benarkah?" tanya Naruto semangat.
"Iya, setelah diskon harganya jadi 4900 ryo."
"Hah? Sama saja!" keluh Naruto kemudian meninggalkan toko itu.
Flashback End
"APA? Jepit rambut seperti apa mahal begitu? Sudah kubilang, tidak masalah kalau kau beri Hinata hadiah yang sederhana dan murah sekalipun," kata Ino persis guru yang mengomeli muridnya.
"Tapi aku tadi melihat Hinata di toko itu dan kelihatannya dia menyukainya. Aku ingin sekali memberikan itu. Tapi aku hanya punya 1000. Apa kau bisa... pinjamkan aku... uang? Tolonglah," bujuk Naruto dengan tatapan memelas. Ia tidak tahu harus minta tolong siapa lagi.
"Tidak Naruto! Itu mahal sekali, kalaupun aku meminjamimu uang, aku hanya bisa meminjamkan 1500."
"Kau butuh uang Naruto?" tanya Inoichi, ayah Ino yang kebetulan sedang merapikan bunga di ruangan sebelah. Naruto dan Ino kemudian menoleh ke arah suara.
"Inoichi-san?"
Naruto dan Inoichi memang sudah lumayan akrab karena Naruto sudah beberapa kali datang ke rumahnya untuk meminta saran Ino.
"Permintaan bunga akhir-akhir ini banyak sekali. Tapi sayang sekali kami berdua disini tidak bisa memenuhi semua permintaan konsumen karena terbatasnya tenaga kami. Kalau kau mau bekerja sambilan disini selama 2 minggu, mungkin hasil kerja kerasmu akan cukup menutupi sisanya."
"Aku bersedia Inoichi-san! Arigato," kata Naruto tanpa tawar-menawar lagi.
Mulai hari itu setiap hari Naruto bekerja di toko bunga Yamanaka. Yang biasanya toko tutup jam 5 sore, sekarang tutup jam 8 malam. Inoichi sering memperingatkan Naruto agar tidak bekerja terlalu keras. Tapi Naruto memang keras kepala dan mengatakan lebih baik Inoichi dan Ino istirahat saja. Saat bekerja, biasanya Naruto membuat 2 bunshin. Naruto yang asli menjaga kasir, 2 bunshinnya melayani pembeli atau mengantar bunga ke rumah pembeli.
Perjuangan Naruto tidak sia-sia. Permintaan bunga yang dulu tidak terpenuhi sekarang bisa terpenuhi berkat bertambahnya jam buka toko. Otomatis pendapatan toko pun bertambah hampir 2 kali lipat dari biasanya. Karena orang yang membeli bunga di malam hari ternyata banyak juga.
Di hari Minggu Naruto tetap bekerja. Dan karena libur, dia mulai bekerja dari pagi. Hari Minggu ini tepat hari terakhir Naruto bekerja, tapi Naruto tidak membayangkan kalau 'seseorang' akan datang ke toko bunga Yamanaka di saat dia bekerja.
"Selamat datang," kata Naruto ramah saat pintu toko terbuka, tanpa melihat siapa yang datang.
"Naruto-kun?" Begitu menoleh dia kaget melihat Hinata berdiri disana.
'Bisa gawat ini kalau Hinata tahu aku bekerja disini,' pikir Naruto.
"Hinata-chan? A-apa yang kamu lakukan disini?" tanya Naruto gugup.
"Eh? Kalau aku tentu saja akan membeli bunga. Kalau kamu?"
"Um, ano... akuu..." Sialnya, 2 bunshin Naruto masih berada di ruangan sebelah sedang merapikan bunga dan Hinata melihatnya.
"Kamu... Bekerja disini?" tanya Hinata. Ugh, Sekarang Naruto sudah tidak bisa mengelak.
"Ya, be-begitulah. Hehe," jawab Naruto sambil nyengir.
"Wah, bagus. Kamu rajin sekali," puji Hinata. Untunglah Hinata tidak bertanya lebih jauh.
"Ah, tidak juga, hehe. Oh bisa kubantu? Mau beli bunga apa?"
"Bunga tulip," jawab Hinata.
"Baiklah kuambilkan. Naruto, ambilkan bunga tulip!" seru Naruto kepada bunshinnya.
"Siap!" jawab bunshin Naruto, sambil mendekat dan membawa sebuket tulip.
Hinata terkekeh melihat kelakuan bocah pirang yang disayanginya itu. Beberapa saat kemudian Ino datang dari dalam rumah.
"Pagi Hinata-chan, beli bunga seperti biasa ya?" tanya Ino ceria.
"Iya Ino-chan."
"Biasa?" tanya Naruto kepada kedua orang disana.
"Kau tidak tahu? Setiap 2 minggu sekali Hinata selalu kesini membeli bunga tulip untuk ibunya," jelas Ino.
Naruto tahu kalau ibu Hinata sudah meninggal, jadi dia mengerti yang dimaksud Ino adalah Hinata berkunjung ke makam ibunya.
"Biar aku yang jaga toko," kata Ino sambil mendorong Naruto. Mata biru langit Ino bertemu mata biru saphire Naruto seolah mengatakan 'Temani Hinata!' Naruto malah cengo dan menatap Ino bingung seolah bertanya 'Apa maksudmu? Sekarang 'kan jadwalku bekerja!'
Ino yang tidak kuat dengan kebodohan Naruto akhirnya angkat bicara, "Ehem! Naruto, kau temani Hinata ya. Biar aku yang jaga toko." Ino menarik Naruto dengan tangan kirinya dan Hinata dengan tangan kanannya, kemudian mendorong mereka pelan ke luar toko. Akhirnya Naruto mengerti apa maksud Ino.
"Ino-chan lucu ya," kata Hinata sambil tersenyum.
"Begitulah, hehe. Hinata-chan, boleh aku menemanimu menemui ibumu?" tanya Naruto.
"Tentu saja."
"Kalau begitu ayo pergi." Naruto menggenggam tangan Hinata dan membuat gadis itu merona merah. Hinata jadi berterima kasih kepada Ino karena Naruto jadi bisa menemaninya.

Setelah Hinata berdoa dan menyimpan bunga tulip di makam ibunya, mereka terdiam disana. Sejenak menikmati angin di Minggu pagi menjelang siang itu.
"Hinata-chan?" tanya Naruto memecah keheningan diantara mereka berdua.
"Ya?" Hinata menoleh.
"Kamu dekat sekali dengan ibumu ya?"
"Hmm, dekat sekali. Dari kecil aku memang lebih dekat kepada Kaa-san dari pada kepada Tou-san. Berbeda dengan Hanabi, dia justru lebih dekat kepada Tou-san, bahkan Tou-san lebih mempedulikan Hanabi dari pada aku. Tapi meskipun dia tidak pernah mempedulikanku. Aku yakin di lubuk hatinya dia masih menyayangiku."
"Kamu benar, biar bagaimanapun dia ayah kandungmu. Ngomong-ngomong, pasti ibumu cantik sekali."
"Dari mana kamu tahu Naruto-kun?" Hinata sedikit kaget, apa mungkin Naruto sudah tahu wajah ibunya?
"Karena putrinya juga cantik," jawab Naruto tersenyum.
Blush! Kalimat sederhana yang sukses membuat muka Hinata kembali memerah.
"Tapi kamu harus bersyukur karena masih punya ayah, tidak sepertiku," lanjut Naruto. Nada bicaranya berubah sedih. Hinata tahu itu, kemudian dia memberanikan dirinya menggenggam tangan Naruto. Bermaksud menenangkannya. Awalnya Naruto kaget. Seorang Hinata menggenggam tangannya duluan? Itu sangat jarang terjadi! Karena ia tahu Hinata itu pemalu. Tapi Naruto tidak pedulikan itu, yang jelas usaha Hinata menghiburnya telah berhasil. Naruto jadi tidak sedih dan kembali tersenyum.
"Tapi untung saja sekarang aku sudah tahu siapa ayahku," lanjut Naruto.
"Oh ya? Siapa?" tanya Hinata.
"Um... Hokage ke-4."
"Be-benarkah?" Hinata kaget. Tenyata orang yang disukainya adalah anak Hokage ke-4! Pahlawan desa Konoha dan Hokage terhebat yang pernah ada!
"Iya, beberapa waktu lalu aku... aku bertemunya di mimpi," kata Naruto berbohong. Bicara jujur sekarang bukanlah ide bagus kalau ingin rahasianya tetap terjaga.
"Kalau dilihat, kalian memang mirip. Kamu juga harus bersyukur, beliau orang yang hebat dan berjasa bagi Konoha," kata Hinata menghibur Naruto.
"Tou-san memang sangat berjasa. Sekarang aku hanya bisa berharap bisa melihat Kaa-san, orang yang melahirkanku ke dunia ini."
"Tenang saja, aku yakin suatu saat kamu bisa bertemu dengannya, lewat mimpi juga mungkin," hibur Hinata lagi, mengeratkan genggaman tangannya di tangan Naruto.
"Arigato Hinata-chan."
"Sama-sama Naruto-kun."
Setelah dari makam ibu Hinata, Naruto mengantar Hinata pulang. Setelah itu, ia kembali ke toko bunga Yamanaka dan melanjutkan pekerjaannya. Malamnya Inoichi memberikan gaji Naruto selama 2 minggu bekerja. Setelah dihitung, uang miliknya + pinjaman Ino + gajinya, Naruto bisa membeli jepit rambut untuk Hinata.
Sejujurnya, Naruto masih butuh pekerjaan ini karena dia masih harus membayar utangnya kepada Ino. Setelah membujuk Inoichi, Naruto akhirnya diijinkan tetap bekerja disana dengan syarat Naruto tidak terlalu memaksakan dirinya untuk bekerja, dia juga harus mengembalikan jam buka toko ke asalnya. Karena setelah Naruto lulus dari akademi, dia jadi bisa bekerja dari pagi (kalau tidak ada misi), dan itu sudah cukup menurut Inoichi.

Hari kelulusan akademi telah tiba. Kali ini Naruto bisa lulus dengan cara 'normal' karena sudah menguasai jurus kage bunshin.
Pulang dari akademi, Naruto tidak langsung mengajak Hinata pulang, tapi mengajaknya ke taman. Naruto pikir disana tempat yang tepat untuk memberikan hadiah kepada Hinata. Tanpa Naruto ketahui, teman-temannya melihatnya.
"Oy tunggu-tunggu! Chouji ternyata benar Naruto dan Hinata sering berduaan. Lihat itu," kata Kiba.
"Mana? Wah benar. Apa yang mereka bicarakan ya?" tanya Chouji.
"Hei kalian, ayo pulang. Dasar merepotkan." Tapi perkataan Shikamaru tidak digubris kedua temannya. Shikamaru hanya diam bersandar ke tembok, sama sekali tidak tertarik.
"Ah, andai saja punya jurus untuk mendengar dari jarak jauh."
"Apa kita bisa minta tolong kepadanya?" tanya Chouji menunjuk Shino yang berjalan melewati mereka.
"Oy, Shino kesini," kata Kiba.
"Apa?" tanya Shino dingin.
"Suruh seranggamu untuk menguping pembicaraan mereka. Aku penasaran apa yang mereka bicarakan."
"Aku tidak menggunakan jurusku untuk hal aneh," balas Shino masih saja dingin.
"Ayolah," bujuk Kiba.
"Ayolah Shino." Chouji ikut memohon.
"Baiklah, tapi sebentar saja." Akhirnya Shino mengalah. Kemudian dia mengeluarkan dua serangganya, satu diantaranya disuruh mendekati Naruto, dan satu lagi tetap di dekat mereka. Nantinya serangga satu akan mendengar percakapan Naruto-Hinata dan menyampaikannya ke serangga dua yang berada di dekat Kiba dkk. Shino akan menerjemahkan apa yang serangga dua katakan.
Sementara itu di taman...
Naruto kembali mengingat-ngingat saran Ino. Awali dengan rayuan atau pujian sebelum memberikan hadiah. Kemudian Naruto mempraktekkan rayuan yang dia pelajari dari buku.
"Hinata, bapak kamu suka bertarung ya?" tanya Naruto.
"Kok tahu?" tanya Hinata bingung, kemana arah pembicaraan Naruto sebenarnya?
"Karena kau telah memukul-mukul hatiku." Pipi putih Hinata mulai memerah. Tapi disaat yang bersamaan Hinata sweat drop. Seandainya ini komik, maka akan ada sebuah butiran keringat yang besar di belakang kepala Hinata.
Tawa langsung saja bergema beberapa blok dari Naruto dan Hinata berada.
"Buahahahahhaaaaa! Apa-apaan itu?" kata Kiba tidak kuat menahan tawanya saat mendengar terjemahan dari serangga dua yang disampaikan oleh Shino. Karena jarak yang cukup jauh, Naruto tidak mendengar tawa Kiba. Chouji juga tidak kalah terpingkal disana.
"Hei, apa yang kalian lakukan?" tanya Ino yang tiba-tiba muncul dibelakang Kiba.
"Lihat itu Ino," kata Chouji menunjuk Naruto dan Hinata. Ino sebenarnya tidak mau ikut-ikutan, tapi insting tukang gosipnya muncul sehingga membuatnya tetap disana. Ia bersandar di tembok dekat Shikamaru dan diam-diam ikut mendengarkan Shino.
Kembali ke Naruto dan Hinata...
"Hinata, bapak kamu galak ya?" tanya Naruto lagi.
"Kok tahu?"
"Karena kamu telah membentak-bentak hatiku."
"Buahahahahahaa..." Kiba kembali tertawa, kali ini semakin keras, begitu juga dengan Chouji. Shikamaru dan Ino sweat drop. Sedangkan Shino susah payah menahan tawanya.
Ino menyimpan tangannya di pelipisnya. 'Tampaknya aku harus bekerja lebih keras dalam membimbing Naruto,' batinnya. Ino pikir kalau Naruto dari masa depan, harusnya sekarang umurnya 16 tahun, dan merayu perempuan harusnya bisa lebih baik dari itu. Tapi sekarang Ino tahu, Naruto memang sangat lemah di bidang percintaan.
Shino mulai tidak tahan dan memutuskan untuk pergi "Aku pergi!"
"Hei, Shino, kenapa pergi? Sebentar lagi bagian paling seru," kata Kiba.
"Aku tidak mau menganggu privasi orang lain." Kiba dan Chouji terdiam disana. Tampaknya Shino sudah bisa berpikir lebih dewasa dibanding dua orang itu.
Kembali ke Naruto dan Hinata...
Hinata tertawa kecil mendengar rayuan Naruto. Tidak biasanya Naruto seperti ini.
"Kenapa tertawa Hinata-chan? Ada yang salah?" tanya Naruto polos.
"Bu-bukan, hanya saja..."
"Tidak suka ya?" potong Naruto. "Padahal Ino bilang perempuan itu suka dirayu."
"Jadi kamu melakukan ini karena saran dari Ino?" tanya Hinata. Naruto mengangguk. Sekarang masuk akal bagi Hinata. Rupanya Naruto melakukan saran yang diberitahu Ino.
"Ano, Na-Naruto-kun..." Hinata memberanikan diri menatap mata saphire Naruto. "Kamu tidak perlu melakukan ini."
"..." Naruto malah bingung. Bukannya Ino bilang perempuan itu suka dirayu?
"Kamu tidak perlu jadi orang lain hanya untuk menyenangkanku. Lebih baik kamu jadi diri sendiri saja, tidak dibuat-buat. Aku suka kamu yang polos dan apa adanya," kata Hinata jujur.
"Eh? Kamu suka... aku?"
"Um, maksudku..." Kali ini Hinata panik, ia salah memilih kata. Tapi tadi kata 'suka' itu seperti keluar tiba-tiba dari mulutnya. Melihat muka Hinata yang sudah merah padam itu, Naruto jadi tidak tega untuk mendesak Hinata. Ia tidak mau Hinata pingsan disana sebelum ia memberikan hadiahnya.
"Lupakan itu Hinata. Aku punya sesuatu untukmu," kata Naruto mengeluarkan sebuah kotak berwarna lavender, kemudian memberikannya kepada Hinata.
"Apa ini?"
"Buka saja."
Kemudian Hinata membuka kotak berwarna lavender itu. Di dalamnya ada kotak kaca dan di dalam kotak kaca itu ada sepasang jepit rambut yang 2 minggu lalu dicobanya di toko aksesoris. Mata lavender Hinata melebar melihat isi kotak itu.
"I-Ini..."
"Kamu suka?" tanya Naruto ragu, karena melihat Hinata yang tidak bereaksi.
"I-iya. Suka sekali," jawab Hinata menahan mukanya yang mulai memanas.
"Waktu itu aku melihatmu memakainya di toko aksesoris dan... kelihatan cocok sekali untukmu."
"Apa... ti-tidak apa-apa? Harganya 'kan mahal."
"Tidak apa-apa, tenang saja."
"Um, jangan-jangan kamu bekerja di toko bunga Yamanaka untuk membeli ini ya?" tanya Hinata.
"Hehe, ketahuan." Naruto menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Arigato Naruto-kun."
"Sama-sama. Sini aku pasangkan." Naruto mengambil satu jepit rambut dari kotak itu, kemudian bergeser, merapat mendekati Hinata dan menyelipkan jepit itu di rambut Hinata. Jantung Hinata berdetak 2X lipat lebih cepat. Dengan jarak sedekat ini, dengan wajah Naruto yang hanya berjarak beberapa cm saja dari wajah Hinata, Hinata bisa dengan jelas merasakan hembusan napas Naruto. Dengan susah payah Hinata mengatur napasnya agar tidak pingsan.
'Apa ini mimpi? Tolong jangan pingsan Hinata! Jangan pingsan disaat yang membahagiakan seperti ini!' batin Hinata.
"Cocok sekali untukmu," kata Naruto saat jepit berwarna lavender cerah itu terpasang di rambut indigo pendek Hinata.
"A-arigato," kata Hinata malu-malu.
Setelah memakaikan jepit rambut itu, Naruto mengantarkan Hinata pulang. Tentunya dengan rasa bahagia yang terlukis di wajah keduanya.

Sampai Naruto kembali dari rumah Hinata, Kiba dan yang lain masih belum beranjak dari tempat mereka.
"Rayuan apa tadi? Haha. Naruto-kuuun, bapak kamu pelawak ya, karena kau telah membuatku tertawa puas. Hahaha." ejek Kiba saat Naruto mendekati mereka.
"Hahaha." Chouji ikut tertawa disana.
"Berisik!" bentak Naruto. Sebenarnya Naruto kaget dan malu juga, berarti dari tadi Kiba melihatnya bersama Hinata. Tapi Naruto sudah tidak heran dengan kelakuan jahil Kiba kepadanya. Dia juga sudah tidak peduli apa kata orang tentang kedekatannya dengan Hinata. Malahan sudah hampir semua teman-temannya tahu kalau Naruto dan Hinata itu sudah dekat.
"Chouji, ayo pulang," kata Shikamaru.
"Sampai ketemu besok teman-teman." Chouji bergabung bersama Shikamaru dan berlalu sambil melambaikan tangannya.
Sekarang tinggal bertiga, Naruto, Kiba dan Ino yang juga mulai melangkahkan kaki mereka menuju rumah masing-masing. Kebetulan arah rumah mereka memang searah.
"Kiba, aku ingin bicara serius denganmu, berhentilah tertawa," kata Naruto di tengah perjalanan pulang mereka.
"Bicara apa?" tanya Kiba.
"Saat Hinata satu tim denganmu, aku ingin kau menjaganya untukku." Kata-kata Naruto terdengar serius.
"Eh? Pembagian timnya 'kan besok. Dari mana kau tahu Hinata akan satu tim denganku?" tanya Kiba. Ino terkekeh pelan mendengar pertanyaan Kiba.
"Jangan banyak tanya. Turuti saja kata-kataku."
"Iya-iya cerewet," jawab Kiba sambil berbelok di pertigaan menuju rumahnya.
Saat tinggal Naruto dan Ino, Ino menjitak kepala Naruto.
"Baka! Aku menyuruhmu merayu, tapi bukan rayuan gombal seperti itu!"
"A-aku tidak tahu harus bagaimana." Naruto memegang kepalanya yang dijitak Ino. "Tapi Hinata bilang dia lebih suka aku apa adanya."
"Hah? Baguslah kalo gitu. Kau jadi tidak perlu repot."
"Ya. Oh satu lagi, arigato Ino. Saranmu memang bagus. Hinata sangat menyukai hadiahnya."
"Tidak juga, yang memilih 'jepit rambut mahal' itu 'kan kau sendiri."
"Tapi tetap saja kau yang memberiku saran."
"Iya, iya sama-sama. Ngomong-ngomong aku heran padamu. Kau menyukai Hinata, kau juga tahu Hinata menyukaimu, dan sudah 4 bulan kalian dekat. Kenapa tidak kau nyatakan cintamu saja?"
Naruto tersentak. Mukanya memerah sekarang. Memang benar apa kata Ino. Tapi memikirkan dirinya menyatakan cinta kepada Hinata membuat jantungnya berdetak makin kencang. Sial! Naruto memang belum terbiasa dan berpengalaman dalam hal ini.
"A-aku akan lakukan da-dalam waktu dekat. Tapi aku juga tidak bisa egois. Ada hal yang tidak kalah penting. Lihat ini, ini rencanaku." Naruto mengeluarkan selembar kertas.
Disana tertulis:
MISI 1: Menyelamatkan Hokage Ke-3.
MISI 2: Mencegah Sasuke pergi dari Konoha.
MISI 3: Menyelamatkan Asuma-sensei.
MISI 4: Mencegah Jiraiya melawan Pain.
MISI 5: Menyelamatkan penduduk dari Pain saat Konoha diserang.
Di tiap-tiap misi dijelaskan rincian misi dan apa saja yang harus dilakukan.
Melihat rencana Naruto yang begitu matang, Ino jadi tahu sisi dewasa Naruto. Ia jadi kembali yakin kalau Naruto memang benar berasal dari masa depan. Disamping kemampuan di bidang percintaannya yang payah, Naruto tetap punya kelebihan di bidang lain.
Ino memperhatikan kertas itu baik-baik. "Tidak ada yang berhubungan dengan Hinata?" tanya Ino.
"Itu tidak perlu ditulis, saking pentingnya, sudah tertempel di otakku. Hehe." Naruto mengatakan itu sambil menunjuk kepalanya.
"Hm... Tapi menurutku saat ujian Chuunin kau bisa menyatakan cintamu padanya, kulihat kalian sangat dekat saat itu."
Pipi Naruto kembali memerah. Ah, dia jadi mirip Hinata sekarang. Kata-kata Ino seolah mengingatkan Naruto pada kejadian-kejadian saat ujian Chuunin. Ino benar, Naruto dan Hinata memang sempat dekat waktu itu. Dan menyatakan cinta kepada Hinata saat ujian Chuunin adalah ide bagus.
"Arigato Ino. Akan kuusahakan," lanjut Naruto sambil nyengir lebar.
"Semoga berhasil. Kalau perlu bantuanku, bilang saja oke?"
"Ya. Baiklah, sampai jumpa."
Naruto melambaikan tangannya kemudian berbelok menuju ke apartemennya.
Ino memandang Naruto yang semakin menjauh. 'Aku percaya padamu Naruto. Aku yakin kau bisa mengubah masa depanmu, masa depan Hinata, dan juga masa depan kami.'

Hari ini pembagian tim dan hari terakhir di akademi. Naruto mendengar pengumuman pembagian tim dengan malas. Begitu juga dengan Ino yang terlihat menopang dagunya, tidak tertarik dengan pengumuman yang Iruka-sensei sampaikan karena sudah tahu isinya. Berbeda dengan anak-anak lain yang heboh terutama Sakura yang satu tim dengan Sasuke (dengan Naruto juga).
"Naruto-kun? Kenapa?" tanya Hinata yang terlihat khawatir disamping Naruto.
"Tidak apa-apa, aku hanya kecewa saja karena tidak bisa satu tim denganmu, hehe," jawab Naruto sambil tersenyum.
"Oh." Hinata membalas senyuman Naruto. 'Aku juga inginnya satu tim dengan Naruto-kun, pasti menyenangkan,' batin Hinata.
"Hei Hinata-chan, nanti sebelum aku mengantarmu pulang, kita ke kedai ramen ya? Biar bagaimana pun ini hari terakhir kita pulang dari akademi bersama. Setelah ini kita pasti akan banyak mendapat misi dan akan jarang bertemu, aku pasti akan merindukan saat-saat seperti ini."
"Iya, aku mau."
Sepulang dari akademi Naruto dan Hinata mampir ke Ichiraku Ramen. Keduanya sudah memesan ramen. Tapi tidak seperti biasanya, sudah setengah jam berlalu tapi ramen milik Naruto masih setengah mangkuk. Padahal Hinata yang makannya pelan-pelan saja sudah tinggal sedikit lagi. Biasanya Naruto hanya butuh waktu kurang dari 5 menit untuk menghabiskan semangkuk ramen. Tapi kali ini Naruto tidak ingin tergesa-gesa. Ia ingin menikmati kebersamaannya dengan Hinata.
"Hinata-chan, sekarang terakhir kita pulang bersama dari akademi..." kata Naruto disela makannya. Hinata menoleh dan menunggu Naruto melanjutkan kalimatnya.
"Apa... setelah ini aku masih boleh menemuimu Hinata-chan?" tanya Naruto ragu. Sejujurnya dari kemarin Naruto memikirkan hal ini. Lulus dari akademi berarti kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama Hinata semakin sedikit. Apalagi setelah dibagi tim, akan ada banyak misi yang membuat mereka semakin sulit bertemu. Kalau boleh memilih, Naruto ingin terus di akademi dan terus bersama Hinata. Tapi dia tahu itu tidak mungkin.
Naruto menunggu jawaban Hinata dengan harap-harap cemas.
"Tentu saja," jawab Hinata. Muka Naruto berubah cerah saat itu juga.
"Aku tidak mau hanya karena kita sudah lulus, kita jadi jarang bertemu," tambah Hinata sambil menunduk menyembunyikan rona merah di wajahnya yang mulai muncul.
"Baiklah, di setiap waktu luang atau disela misi kita akan bertemu. Aku akan menemuimu di rumahmu."
"Eh? Memangnya tidak takut bertemu Tou-san?" tanya Hinata.
"Oh benar juga. Haha."
"Hehe. Kalau begitu kita bertemu di tempat latihan saja seperti biasa."
"Iya."
"Hinata!" Seseorang memaggil Hinata dari luar kedai.
"Kiba-kun? Ada apa?" Ternyata yang memanggil Hinata itu Kiba.
"Kurenai-sensei menyuruh kita untuk segera berkumpul."
"Baiklah. Um, aku duluan ya Naruto-kun."
"Iya, hati-hati Hinata-chan. Oy Kiba!" Kiba menoleh mendengar teriakan Naruto. "Jangan lupa pesanku."
"Iya cerewet!" teriak Kiba.
Naruto berbalik memandang mangkuk ramennya, kemudian menghela nafas.
'Baiklah saatnya serius, ujian Chuunin tinggal sebulan lagi. Disanalah kekacauan dimulai. Aku harus mencegah agar Hokage ke-3 tidak meninggal dan Orochimaru tidak menggigit Sasuke. Aku harus berlatih keras mulai sekarang. Disaat semuanya berhasil kutangani, semoga aku bisa fokus padamu Hinata-chan dan bisa menyampaikan perasaanku ini padamu. Yosh! Misi segera dimulai!' teriak Naruto dalam hati, kemudian diseruputnya setengah mangkuk ramen yang dari tadi dia acuhkan.
To Be Continue...
-Rifuki-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar